Bab VI
Oratory
Tidak lama kemudian Mickey sudah dapat menguasai perasaannya kembali. Wajah ceria dan hobi berpetualangnya muncul kembali dan mulai dirasakannya gairah yang dimiliki oleh setiap anak laki- laki waktu pertama kalinya naik kereta api.
"Aku pergi ke Turin!"
Sudah cukup sering ia mendengar orang bercerita mengenai kota besar itu dan bagaimana ia mencoba membayangkannya. Diam-diam dikaguminya tamu-tamu yang mengunjungi sekolahnya, yang sambil lalu menyatakan kalau mereka baru saja datang dari kota. Sekarang ia, Michael Magone, Jendral Mickey, tidak dapat membayangkan melakukan hal sama waktu kembali ke Carmagnola. Ia akan berdiri tegak dan gagah didepan gengnya. Hanya karena ia pernah pergi ke kota!
Sepasang bola matanya terus menerus menatap jendela gerbong kereta api. Sekejap saja perhatiannya teralihkan, dengan segera ditatapnya kembali jendela untuk tidak melewatkan pemandangan yang ada di luar. Dilihatnya orang-orang mendongakkan kepala ke kereta api yang melintas, dan ia terheran-heran bagaimana orang-orang dapat tinggal sejauh itu dari Carmagnola. Apakah mereka merasakan kesepian yang juga dirasakannya karena tinggal jauh dari kota.
Ia berdiri terdorong dari kursinya ketika kereta api mengurangi kecepatan memasuki stasiun Turin. Kereta api berhenti mendadak dengan hentakan yang membuatnya terduduk kembali. Khawatir kereta api segera berangkat lagi dan ia turut terbawa, dengan tergesa-gesa dikumpulkannya barang bawaannya dan turun ke peron.
Dua orang anak laki-laki seusianya mendekatinya ketika sedang berpikir bagaimana ia menuju oratory ditengah kesibukan dan kebisingan seperti itu.
"Michael Magone?"tanya salah satu di antara mereka.
Mickey menatapnya dan mengangguk. Anak itu berwajah lembut tetapi serius dengan mata berwarna coklat, ia lebih tinggi daripada Mickey tetapi tidak sekekarnya. Namanya Dan Venetti. Sedang anak yang bersamanya memiliki tinggi dan bentuk badan mirip dengan Mickey tetapi dengan ekspresi lebih ceria. Sepasang mata birunya menatap bersahabat ketika memperkenalkan diri, Tom Burgoni. Mickey memperhatikan dengan penuh kelegaan bahwa kedua anak itu tidak dapat dikatakan berpakaian bagus, tetapi bersih serta sepatu mereka berkilat.
Dan Venetti tersenyum dan mengulurkan tangan mengajak bersalaman. Mickey tidak menangkap maksud ajakkannya ini dan berdiam saja sehingga Dan meraih tangannya dan mengguncang-guncangnya. Dengan sedikit malu Mickey membiarkan keduanya menyalami tangannya. Berjabat tangan bukanlah hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak Carmagnola.
"Biarkan kami membawa barang-barangmu," saran mereka. Dan mengambil kedua kotak Mickey dan Tom mengangkat bungkusan pakaian.
Turin, kota impiannya. Kedua bola matanya berkeliling menatap pemandangan didepannya. Jalan raya yang panjang dan lebar, piaza yang dapat menampung setengah penduduk Carmagnola…….gedung-gedung tinggi yang membuat orang mendongakkan kepala untuk menatapnya…………toko-toko dengan poster berwarna cerah dan meriah………….orang berkerumun di trotoar menyebabkan sulit untuk bergerak, taksi, gerobak, berbagai macam kendaraan, begitu banyaknya merayap membentuk suatu garis hitam panjang. Berbagai macam bunyi bercampur baur menjadi sebuah gumaman yang cukup keras sehingga orang harus berteriak untuk berbicara. Carmagnola, sepi dan menjemukan; Turin, sangat hidup dan berwarna. Carmagnola juga memiliki aroma yang berbeda, kadang-kadang pupuk kandang, kadang-kadang jerami dan bunga-bunga, sedangkan Turin tidak memiliki aroma khas. Pada mulanya seperti tercium bau lembab.
Mickey berharap Tom menjadi temannya di sekolah sepanjang mereka menyusuri jalanan Turin. Ia menyukai sifat Tom yang terbuka dan ceria. Walaupun Dan Venetti cukup baik, tetapi Tom-lah yang menerangkan segala sesuatu yang diminatinya dan menunjukkan pemandangan kota itu.
Mereka berbelok dari Via San Carlo ke Piazza Castello ketika mendegar suatu bunyi di kejauhan. Untuk sesaat mereka terdiam, sementara bunyi itu makin terdengar keras. Dikenalinya bunyi drum dalam jarak yang cukup dekat. Ada drum band, drum band tentara karena terlihat di kejauhan barisan berseragam coklat walaupun tidak terlalu jelas.
"Tentara!", teriak Mickey. "Ayo, cepat!"
"Tentara!", sahut Dan dan Tom, berlari mengikuti Mickey semampu mereka karena beban yang mereka bawa. Dan datang terakhir, meletakan kotak berisi barang - barang Mickey dan berdiri di belakang Tom dan Mickey.
Dentuman drum dan desingan cymbal membuat Mickey terpana. Zing! Zing! Boom! Boom! Ta-ta-ta! Suatu pemandangan yang menakjubkan - prajurit berbaris menurut irama musik. Membuat darahnya berdesir. Di belakang barisan pemain musik, tentara berderap serasi dengan irama dentuman drum. Senapan tersandar tegak di bahu dengan bayonet berkilauan bermandikan sinar matahari. Tangan yang bebas berayun serasi dengan tiap ayunan langkah kaki dan mengingatkannya akan semacam tarian. Tidak seorangpun di dalam barisan menoleh untuk menatap kerumunan penonton di pinggir jalan.
Selama beberapa saat pemain musik menghentikan permainannya, yang terdengar hanyalah irama hentakan kaki barisan itu. Perasaan Mickey terlena oleh bunyi derapan yang terjadi. Kulit kepalanya terasa kaku dan geli. Barisan itu membuat gerakan menyapu ke kiri untuk berbelok. Pemain musik mulai memainkan musik tetapi kini suara itu tidak terdengar sejelas sebelumnya. Mickey berdiri menatap dengan mata berkilat-kilat dan bibir menganga. Tak ada yang bergerak hingga bunyi musik itu hanya sayup-sayup terdengar dan barisan itu mengabur menjadi sekumpulan orang berseragam coklat.
Dan memecahkan kesunyian. "Yo, Mickey," ujarnya."Kita sudah ditunggu, nih!"
"Wow…", hanya itulah yang dapat dikatakannya selama perjalanan mengikuti kedua anak laki-laki itu. Selama sisa perjalanan dicobanya mendapatkan sedikit informasi mengenai rumah barunya.
"Gimana? Besar enggak? Apa kita boleh main disana?Siapa yang kasih makan?"
Pertanyaan terakhir menyebabkan Tom dan Dan tertawa. Mereka memberitahukan segala yang ingin diketahuinya tentang sekolah. Dengan segera mereka meninggalkan jalan besar, beberapa kali berbelok, dan akhirnya sampai disebuah tembok panjang dan rendah sepanjang jalan. "Ini dia, Mickey!"ujar Dan. "Rumah barumu!" Mickey menatap tembok itu dan tidak terkesan. Tetapi kedengaran olehnya berbagai suara dari sisi sebelah tembok yang membangkitkan rasa ingin tahu.
Mereka melewati sebuah pintu gerbang berbentuk melengkung dan melihat sebuah lapangan bermain di sebelah kiri. Banyak anak sedang bermain; yang menurutnya suatu permainan paling tak teratur yang pernah dilihatnya. Anak-anak berlari-larian kesana kemari, naik turun tangga, lari menyeberangi lapangan, yang mengingatkannya kepada sejenis ikan kecil yang berkejar-kejaran di dalam toples tetapi mereka terlihat bahagia.
"Main apa mereka?"tanyanya.
"Itu enggak cuma satu macam permainan!" jawab Tom. "Berbagai macam permainan sekaligus jadi satu. Hari ini enggak seperti biasanya, karena kita punya lapangan baru yang lebih besar di belakang sekolah!"
"Apapun itu, mereka kelihatannya menyukainya!" tukas Tom.
"Mickey, "ujar Dan ketika mereka mencapai bangunan terdekat, "Kita tingggal barang-barangmu di sini sementara kita ke atas, menemui Don Bosco". Diletakannya kotak-kotak pada suatu sudut dan Tom meletakkan bungkusan yang dibawanya di atasnya. Mickey terlihat ragu-ragu lalu katanya, "Kalian saja yang pergi. Aku tunggu kalian di sini sampai kembali."
"Tapi Mickey," kata Tom, "Kamu harus ikut kami."
Mickey menggoyangkan kakinya, "Terus siapa yang jaga barang-barang ini?" kata-kata itu meluncur keluar dengan susah payah dan ia tak berani menatap Tom waktu mengatakannya.
"Oh, Mickey!" ratap Tom setengah bercanda setengah mencela. "Kamu tinggal sama kami sekarang. Kamu tidak percaya sama Dan dan aku?"
Mickey mengigit bibirnya karena malu. Ia sangat menyesal mengatakan sesuatu yang tidak pantas secepat itu, lebih-lebih karena menyinggung Tom. Akhirnya ia tersenyum dan berkata, "Baiklah, yuk… kita ke Don Bosco!"
Pada saat menyeberangi lapangan bermain ia ketinggalan karena sibuk memperhatikan anak-anak yang sedang bermain bola. Ketika didengarnya salah seorang bertanya, "Siapa anak baru itu?"
"Entahlah!" jawab temannya. "Kelihatannya kayak jagoan baru gede!"
Mickey tidak tahu apakah mereka melakukannya dengan sengaja tetapi ia mendengarnya dan menyebabkan darahnya mendidih. Tak seorangpun di Carmagnola yang mengejeknya seperti itu. Ia berhenti dan menghadapi anak itu.
"Apa kamu bilang aku jagoan baru gede, ha?",tanyanya.
"Mungkin aja!" jawab anak itu yang kelihatan seperti entah pengecut, entah orang yang tidak tegas.
"Kalau begitu aku tunjukkan kalau aku bukan anak kemarin sore!"kata Mickey, "Rasain ini!"
Yang dimaksud "ini" adalah tamparan keras pada pipi, yang langsung diikuti dengan kuda-kuda, bersiap-siap untuk berkelahi. Tom melihat kejadian itu dan memanggil Dan; keduanya kembali, meraih tangan dan Mickey menyeretnya pergi.
Begitu jauh dari tempat kejadian perkara, Mickey mulai merasa malu. "Jadi dia menyebutmu anak baru gede yang kasar?"kata Dan sambil tersenyum.
"Menurutku, Mickey, kamu bukan orang yang lemah."
"Aku mungkin tidak lemah,"ujar Mickey," Tapi aku juga bukan anak baru gede!"
Kejadian itu dengan cepat terlupakan tidak lebih dari sepuluh anak yang manyaksikannya. Tetapi berita kalau anak baru itu cepat naik darah san memiliki dua kepalan tangan yang siap melayang telah tersebar dengan cepat.
Mickey berjalan di belakang Tom dan Dan menaiki tangga untuk kemudian menyusuri koridor sampai di depan sebuah ruangan yang menghadap lapangan bermain dan mengetuk pintu.
"Masuk!"terdengar sahutan dari dalam. Dan membuka pintu dan memimpin rombongan kecil itu memasuki ruangan, Tom bergeser kesamping dan dengan lembut mendorong Mickey ke depan. Mickey yang berdiri dengan kemalu-maluan di tengah ruangan diperkenalkan oleh Dan.
"Jadi kamu sudah sampai, Jendral Mickey!" ujar Don Bosco. "Selamat datang di sekolah kami. Saya harap kita segera saling mengerti dan menyukai dengan cepat!"
Ia berpaling kepada yang lainnya: "Baiklah, anak-anak. Kalian dapat pergi sekarang. Mickey dan aku harus menyelesaikan obrolan malam itu di Carmagnola. Aha, Mickey! Jika kamu sebagus anggur yang di tanam dikampung halamanmu, tetapi menurutku perkiraanku tidak salah."
Ketika Tom dan Dan telah pergi, Don Bosco meletakkan sebuah kursi di dekat meja kerjanya.
"Inilah dia, Mickey," katanya. "Duduk dan istirahatkan kakimu! Setelah perjalanan hari ini, kaki-kakimu pasti lelah. Kamu tahu, saya sering bepergian tapi saya kira saya selalu pulang dengan penuh rasa puas."
Don Bosco mulai menceritakan kehidupan masa kecilnya dan ketika selesai, Mickey serasa telah mengobrol dengan orang yang telah dikenalnya bertahun-tahun. Ketika gilirannya untuk bercerita telah tiba, hal yang dirasanya telah ditunggu-tunggu oleh Don Bosco. Diceritakannya mengenai perjalanannya, walaupun mereka di batasi sejauh rel kereta api dari Turin ke Carmanogla.
Setelah wawancara selesai, Don Bosco meminta Mickey untuk bersantai dahulu selama satu dua hari agar terbiasa dengan rutinitas kegiatan dan menyarankannya untuk berkonsultasi dengan Tom jika ingin mengetahui sesuatu karena Tom mengetahui segalanya tentang sekolah itu.
"Asyik…..",ujarnya.
"Apa yang asyik, Mickey?"tanya Don Bosco.
"Karena saya merasa cocok dengan Tom!" jawabnya. Mickey pergi menemui Tom dan bersama-sama mereka berkeliling Oratory, sebutan bagi sekolah itu. Mereka memasuki ruang belajar yang berisi barisan panjang meja, ruang makan yang beraroma roti segar, Gereja yang dilewatinya, ruang kelas, teater dan panggungnya. Teater itu menggetarkan hatinya, ia sangat gembira mendengar kalau suatu hari akan ikut terlibat dalam berbagai pertunjukan drama. Akhirnya Tom menunjukkan kamarnya di dormitory dan membantunya mengatur barang bawaannya pada lemari kayu di sisi ranjang. Ia duduk bersama Mickey ruang makan waktu makan malam dan memperkenalkannya kepada pengawas dan sahabat-sahabatnya.
Tidak lama sesudah makan malam, bel berbunyi dengan suara yang lirih tak bernada; sangat lain dengan lonceng gereja di kampung halamannya yang dibunyikan tiap sore. Mickey teringat bagaimana sering ia memanjat tiang kasau gereja yang malang melintang dan menatap lonceng besar itu berputar dan mengeluarkan suara boooommmm….boooommmm…… Mickey heran mengapa kenangan akan lonceng dan bunyinya yang keras menyebabkannya merasa sedih setiap kali memikirkannya.
Diikutinya anak-anak itu berbaris menuju sebuah patung yang diterangi seberkas cahaya redup. Bagi mereka mungkin suatu hal yang romantis, berdoa di bawah langit penuh bintang. Tapi tidak untuk Mickey! Ia merasa kesepian tanpa pegangan seperti layang-layang putus naik turun tidak terikat apapun. Setelah doa-doa selesai, seorang pastor naik ke mimbar dan berkotbah. Mickey terlalu jauh untuk dapat mendengar apa yang dikatakan sang pastor, karena dengan sengaja ia duduk di tempat paling pinggir sehingga hanya sedikit menangkap apa yang dikatakannya dan hanya bisa merasa jengkel ketika anak-anak tertawa karena beberapa ucapan pastor itu.
"Selamat malam, anak- anak!" ucap Pastor ketika ia menyelesaikan kotbahnya, dan mendapat sahutan:"Selamat malam, pastor!" Dan merekapun bergerak menuju dormitory.
"Kalau mereka semua sudah ditempat tidur, ketika lampu sudah dimatikan, aku bisa bersantai sebentar dan merenungkan kejadian hari ini," pikir Mickey. Segalanya mulai dari pagi tadi ketika naik kereta api dan mengucapkan salam perpisahan kepada ibunya.
Ia tidak segera berganti pakaian seperti anak-anak lain ketika sudah di tempat tidur, ia duduk di ujung tempat tidur dan memperhatikan mereka. Anak-anak di dekatnya berpura-pura tidak memperhatikannya untuk membuatnya tidak merasa malu dan menyiapkan tempat tidur dengan suara dan kesibukan yang tidak seperti biasanya. Tetapi Mickey mengetahui lirikan-lirikan tersembunyi yang ditujukan kepadanya. Ia tetap duduk ketika lampu sudah dimatikan, akhirnya dilepasnya sepatu botnya, diletakannya tanpa suara dilantai, tetapi sialnya salah satu terlepas dan menimbulkan bunyi berdebum yang sangat keras. Ditunggunya reaksi anak-anak lain, tetapi dikeheningan malam itu ia hanya dapat mendengar bunyi nafas yang berat dan teratur.
Akhirnya dibaringkannya tubuhnya, ditariknya selimut hingga ke dagunya dan mencoba tidur. Pikirannya melayang kembali ke Carmagnola dan berpikir tentang kegiatan yang dilakukan oleh gengnya. Mereka semua berkumpul di tongkrongan dan pasti membicarakan dirinya. Ia tersenyum teringat Greaser yang berkata: "Jika kamu butuh bantuan di Turin, kami akan mencari cara untuk datang membantumu!" Ia juga teringat ibunya, yang pasti sedang memikirkannya. Air mata mulai membasahi bantalnya dan ia terisak-isak. Dengan terkejut ia tersadar kemungkinan anak-anak disamping kiri kanannya dapat mendengarnya. Ia baru akan menutupi kepala ketika dilihatnya sesosok tubuh berdiri diatasnya.
"Kamu baik-baik saja, Mickey?" Ia mengenali suara Don Bosco. "Kamu cukup hangat?"
"Ya…..ya….Pastur. Saya baik - baik saja. Saya hanya teringat Ibu dan rumah."
"Itu wajar. Berdoalah untuknya dan tidurlah. Selamat malam, Mickey!"
Sang Pastur membelai rambut tebal Mickey dan mengusapnya. Mickey memperhatikannya berlalu melewati pintu dormitory yang bercahaya remang-remang.
Kata-kata Don Bosco memberikan efek yang menenangkan perasaan Mickey, sehingga dengan segera dia tertidur.
Tidak seperti diharapkannya, Mickey tidak segera terbiasa terhadap kehidupan barunya dengan mudah. Begitu satu hari lewat, dirasakannya kehidupan dengan berkat yang bercampur aduk.
Dia tidak menyukai saat-saat membosankan dikelas, dan yang paling buruk jam-jam belajar yang tidak berkesudahan; juga silentium di hall. Disiplin mengesalkan yang mengatur mobilitasnya. Menurutnya dia bisa menentukan sendiri hal itu, karena pengalamannya yang banyak sebelum tinggal di oratory.
Gereja juga salah satu faktor yang membutuhkan waktu lama baginya untuk terbiasa. Di Carmagnola, ia pergi ke gereja cukup seminggu sekali bahkan mungkin kurang. Tetapi di oratory misa diadakan setiap hari, tidak hanya pada hari minggu. Mungkin karena gereja dekat sekali sehingga tidak mungkin untuk menghindarinya karena berada tepat berada didalam rumah. Lonceng gereja selalu memanggil untuk merayakan misa setiap pagi sebelum sarapan. Memanggil untuk berdoa dan memuji Tuhan, menyela kegiatan mereka seolah-olah berusaha berkata bahwa berdoa lebih penting daripada belajar dan bermain. Mickey memperhatikan anak-anak itu itu pergi ke Gereja satu persatu bahkan ketika bel tidak berbunyi. Hal ini membuatnya bingung tetapi dilihatnya kalau anak-anak itu telihat paling bahagia dan populer maka dia tidak pernah memikirkan hal itu. Menurutnya pergi ke gereja hanyalah masalah pilihan. Tetapi bel berbunyi atau tidak ketika tiba saatnya pergi ke gereja dia hanya mengangkat bahu dan berbaris dibangku bersama yang lain.
Bagaimanapun juga, kehidupan di oratory tidak selamanya membosankan. Banyak hal-hal yang menyenangkan; contohnya: makanan, lebih enak daripada dirumah dan selalu cukup tersedia. Juga kegembiraan dan permainan. Masih ada lagi paduan suara. Mickey hanyalah seseorang biasa saja sampai dia "ditemukan". Sekarang sang maestrolah yang mengajarinya pementasan pertamanya. Diatas panggung ia sangat alami pada adegan yang kacau dan kasar, tetapi dengan segera ia menimbulkan kecemburuan mereka yang biasanya mendapat peran utama pada pertunjukan bagi pengunjung yang bertepuk tangan dan berteriak-teriak:"bravo….bravo….." Mickey merasa kalau ia seharusnya memerankan peran utama. Dialah yang memimpin segalanya di Carmagnola dan tidak ada alasan yang menghalangi niatnya itu di oratory.
Lagu dan doa-doa brevir menjadi kebiasaan pada hari-hari pesta. Doa-doa sangat membosankannya dan dia sangat kuatir kalau prefect akan memanggilnya untuk memimpin doa. Tetapi untuk saat ini belum ada bahaya kalau hal itu akan terjadi karena suatu hal yang berlebihan melihat Mickey yang berdiri kaku dan membaca dengan suara bergetar sambil menggosok-gosokkan tangannya yang basah berkeringat pada kaki-kaki celananya. Setelah beberapa kali mencoba, prefect berkata, bahwa seiring perjalanan waktu dia akan makin maju, jangan takut ataupun kuatir; dan akhirnya menyuruhnya kembali kekelas.
Outinglah kegiatan yang paling membahagiakannya. Dia merasa sebebas angin yang menerpa wajahnya ketika mendaki menuju puncak bukit dan menatap puncak-puncak gunung atau ke rumah-rumah yang terlihat kecil dilembah sana. Dia menyukai bau tanah yang lembab ketika wajahnya menyentuh lereng bukit pada saat pendakian. Dia merasa sangat bebas, karena sangatlah mudah untuk menyelinap dari tatapan mata prefect muda yang selalu mengawasinya. Setelah acara ini, Mickey selalu merasa segar kembali dan telah siap untuk menghadapi kegiatan belajarnya ataupun gereja yang akan datang.
Segera setelah kedatangannya di oratory, ketika dia sudah mengenal seluk beluk keadaan sekitar; seperti biasanya, Mickey berpikir untuk mengambil alih pimpinan. Dia mulai membagi teman-temannya dalam dua kelompok: "lembek" dan "jagoan". Urusan dengan yang "lembek" sangat mudah. Dia cukup berkata: "Tutup mulut!", maju selangkah, dan maksudnya sudah diketahui.
"Jagoan" lebih sulit menanganinya dan sangat cepat dengan kepalan tangannya. Mickey menerapkan apa yang disebutnya jurus "tingkat kedua" pada mereka. Jurus ini berdasarkan pada gerakan (yang dilakukan secara diam - diam) mengeluarkan sebuah belati yang dibawanya dari rumah, tersembunyi dilemari dormitorinya terselip diantara tumpukan pakaian; di tempat orang lain tidak mungkin mencarinya. Mickey menyayangi belati itu sejak direbutnya dari dari seorang anak saat mereka berkelahi, perkelahian yang mempunyai nama menyeramkan, "Black Bloods". Jika dilihatnya ada sedikit noda pada gagang atau bilah pisaunya, maka dia tidak akan tenang sebelum menyingkirkannya sampai bersih. Dia senang menimang-nimang pisau itu, memegangnya, dan menjentikkan ibu jarinya pada tombol yang melepaskan pegas sehingga mendorong keluar bilah pisau dari tempatnya; memberinya perasaan berkuasa. Tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk menyadari pengaruh belati itu bagi para "jagoan". Dia hanya perlu memamerkannya pada waktu dan tempat yang tepat.
Corno adalah salah satu contoh "jagoan". Anak-anak menganggapnya terlalu jago bahkan bagi Don Bosko dan meramalkan dia akan segera tertangkap dengan salah satu tipuannya dan dikeluarkan.
Suatu hari Corno, Mickey, dan dua anak lainnya ada dibelakang ruang makan main lempar-lemparan bola. Setiap anak harus melemparkan bola sekuatnya kepada anak yang harus menangkapnya. Mickey menerima bola dari Corno dan dia segera tersadar kalau Corno dengan sengaja melempar bola melebar kesisinya sehingga Mickey harus berlari untuk mengejarnya. Beberapa kali diperingatkannya Corno untuk melempar dengan benar; tetap saja hal itu dilakukannya.
Jika dia berada pada jarak yang cukup dekat, Mickey akan menggunakan metode 'membujuk' yang biasa digunakannya. Tetapi karena jarak diantara mereka cukup jauh, dia memilih metode yang paling memungkinkan. Dipungutnya sebutir batu dan dilemparnya ke arah kapala Corno. Corno melihat batu itu melaju kearahnya dan tetapi ia merasa tidak perlu menghindarinya. Arah lintasan batu itu terlalu tinggi dan jauh melenceng kearah kiri, melewatinya dan mengenai salah satu jendela ruang makan. Terdengar bunyi kaca pecah yang disertai bunyi berdebum benturan batu pada lantai kayu.
Mickey berlari menuju jendela. "Pecah!", teriaknya. "Tentu saja, Magone!", kata Corno, "Dan aku akan melaporkannya kepada prefect. Aku akan membereskanmu. Lihatlah kalau kamu tidak percaya!"
Mickey menatapnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sebaliknya tangannya merogoh kantung dan mengeluarkannya lagi bersam belati kesayangnnya. "Click" dan bilah belati itu terdorong keluar dari tempatnya. Mickey memegangnya rapat pada dirinya sehingga tak seorang prefect pun bisa melihatnya.
"Jadi kamu mau mengadu, he….?", bisiknya, sambil dengan perlahan maju mendekati Corno. "Kamu mau ngadu, mulut besar?"
Muka Corno memucat.
"Baiklah, Mickey.", katanya. Tiba - tiba mulutnya menjadi kering. "Aku hanya bercanda. Kamu tahu aku enggak akan bilang siapa - siapa."
Mickey berbalik pada kedua anak lainnya yang terpana melihat kejadian itu. " Aku harap tak seorangpun yang mengadu." Hanya itulah yang dikatakannya.
Beberapa minggu setelah kedatangannya, ketika Mickey sedang dilapangan; mencoba membangkitkan minat akan apa yang disebutnya "a bunch of butter-fingers and rubber-feet" seorang anak datang berlari kepadanya.
"Hai….Mickey!"
"Hi,"sahutnya dengan tidak sabar karena konsentrasinya masih pada permainan.
"Kamu dipanggil Don Bosco," kata anak itu lagi.
"Siapa? Aku? Ada apa?" tanya Mickey. " Kurasa aku lebih baik pergi." Untuk memberi semangat kepada yang lain, dia berteriak: "Kalau ada yang bikin kacau, rasain jeweranku!", dan berlari menuju ruangan kantor Don Bosco.
Don Bosco menggangap Mickey sebagai tantangan tersendiri. Sejak mereka bertemu di jalanan Carmagnola, si Pastor merasakan adanya dua kekuatan besar pada anak itu. Pertolongan pada saat dan metoda yang benar akan memperlihatkan potensi yang bagus. Tetapi kekuatan jahat akan menghancurkannya jika dibiarkan berkuasa. Karena hal inilah maka Don Bosco memutuskan membawanya ke oratory sehingga selalu berada dekat dengannya dan membiarkan anak itu bebas berlarian dan bermain sejak tinggal oratory sehingga kepribadiannya yang asli akan terungkap.Mickey tidak menyadari dia telah diawasi dengan ketat sejak kedatangannya, sehingga Don Bosco yakin dengan pengasuhan para ahli mungkin ia akan menjadi seseorang yang unik pada bidangnya. Dia bisa menjadi contoh dan dorongan bagi anak-anak lain yang tumbuh besar dilingkungan yang tidak bagus. Inilah saatnya untuk "memotong dan menggosok intan" mentah.
Selama menuju kantor Don Bosco, Mickey membuat pemeriksaan singkat mencoba untuk menemukan penyebab dia dipanggil. Beberapa minggu terakhir dia mendapat beberapa teguran, tapi dia tak tahu mana yang terlihat paling serius bagi Don Bosco. Diputuskannya untuk membiarkan Don Bosco mulai mengatakannya sebelum dia mulai khawatir. Ibunya selalu berkata: "Jangan membalut kepalamu sebelum terluka!"
Mickey mengetuk pintu, menarik napas panjang, dan masuk melewatinya.
"Baik, baik!" Don Bosco menyambutnya dengan riang gembira. "Lihatlah wajah pemuda ini. Besar dan merah"
Mickey nyengir memamerkan giginya. Dia tahu kalau dia tambah gemuk sejak tinggal di oratory.
"Duduklah, jendral! Ceritakan keadaanmu di oratory. Kamu betah disini? Atau kamu bahagia disini?"
"Tentu Don Bosco, Saya sangat bahagia disini." Dia berpikir saat-saat yang paling tidak menyenangkan akan segera terjadi." Hanya….saya….saya ingin tahu mengapa anda ingin bertemu saya? Mungkin mengenai pohon kecil yang saya rubuhkan waktu main bola?"
"Tidak!", kata Don Bosco.
"Atau…..mungkin karena jendela ruang makan?"
"Tidak!…Tidak!….", ujar sambil Don Bosco sambil tertawa."Bukan karena hal-hal semacam itu. Selama kamu masih menyisakan tembok dan atap untuk bertahan menghadapi cuaca, kamu bisa selalu bermain sesuka hatimu. Kamu paling senang main apa?"
"Oh….hampir semua permainan," ujar Mickey dengan lega. "Tapi saya paling suka bermain 'maling-malingan' "
"Ya….tentunya kamu tahu bagaimana bermain maling-maling-an waktu kita pertama kali ketemu."
Hal itu memulai percakapan mengenai Carmagnola. Don Bosco menanyakan tentang kehidupan Mickey disana dan juga tentang teman-temannya. Mickey menceritakan Greaser dan pengalamannyaa dengan ikan minnow. Don Bosco tertawa mendengarnya.
"Dan bagaimana keadaanmu dirumah, Mickey?" tanya Don Bosco. Mickey menceritakan segalanya kecuali tentang ayahnya. Setiap kali ia menyebut ayahnya ia sedih dan menundukkan kepala.
"Kamu tidak usah menceritakannya jika tidak mau, Mickey. Tapi ingat sangat tidak mudah untuk mendapat teman seperti Don Bosco atau seseorang yang dapat menyimpan rahasia dengan baik."
Perlahan-lahan Mickey menegakkan kepalanya dan menatap mata Don Bosco yang berwarna coklat. Sesuatu yang dilihatnya pada kedalaman mata itu membangkitkan keberaniannya. Sesaat dia ragu-ragu untuk mempercayai Don Bosco, tetapi kemudian dia mencurahkan seluruh isi hatinya yang telah tersimpan rapat selama ini. Diceritakannya tentang ayahnya yang masih dipenjara, gengnya di Carmagnola, juga tentang keterlibatannya pada kegiatan mereka, bahkan tentang beberapa temannya yang dikirim kepenjara.
Don Bosco mendengarkan dengan tenang cerita sedih itu sambil memikirkan anak-anak muda seperti Mickey yang masih berkeliaran dijalanan dipenjuru dunia. Tak seorang pun yang memberi semangat, menawarkan bantuan ataupun petunjuk pada saat-saat rentan itu. Don Bosco menarik napas panjang dan membelai rambut keriting Mickey dengan tangannya seolah-olah akan meraih seluruh anak malang didunia dan membawanya kejalan menuju kebahagiaan.
"Sekarang kita sudah saling membuka hati," kata Don Bosco dengan senyum tersungging dibibirnya, "Mari kita tinggalkan masa lalu dan mulai hidup baru. Bagaimana?"
Mickey mengangguk dan tersenyum disela - sela deraian air matanya.
"Kamu dan aku.", ujarnya lagi,"sekarang akan membuat rencana untuk masa depan . Ada sesuatu yang aku ingin kamu lakukan untukku. Kamu mau?"
"Katakan saja dan aku akan lakukan itu, apapun itu!"
"Aku mau kamu serius kerjakan beberapa hal ini. Kamu harus rajin belajar. Jangan membuang-buang waktu dan kamu harus lakukan perintah gurumu. Mereka bilang kamu mempunyai bakat-bakat yang mengagumkan, jadi aku telah mengatur kamu untuk ikut koor, permainan-permainan, dan putra altar - kami butuh beberapa anak yang kuat untuk mengangkat candelar yang berat itu. Aku merekomendasikanmu kepada mereka, jadi aku harap kamu tidak mengecewakanku. Tentu saja, saatnya bermain kamu harus bermain semampumu. Mengerti?"
"Oh..Don Bosco….", sahut Mickey denga antusias,"Aku berjanji kalau kalau aku tidak akan pernah mengecewakanmu atau membuatmu sedih."
"Bagus sekali, Mickey.", ujar Don Bosco. "Kembalilah bermain sekarang. Kalau kamu lihat Tom, suruh dia kemari, oke?"
Tom Burgoni ditemukan Don Bosco di jalanan Turin pada saat yang tepat untuk menyelamatkannya dari kehidupan yang sengsara. Tom menyerahkan dirinya kepada bapak angkatnya sehingga Don Bosco sangat mempercayainya. Anak itu periang, ramah, dan menampakkan seluruh kepribadiannya pada matanya yang cemerlang. Tom adalah salah satu anggota kelompok kecil yang disebut Don Bosco malaikat pelindung miliknya, bertugas antara lain mendampingi anak-anak yang baru. Don Bosco bergantung pada pengaruh baik mereka demi keberhasilan "oratory”.
"Tom, kamu tahu Michael Magone? Aku mau kamu menjadi malaikat pelindung nya untuk sementara ini. Mickey yang malang! Selama ini hidupnya sangat buruk dan hampir rusak karenanya. Tetapi akau yakin kalau hatinya baik dan aku menyerahkannya kepadamu untuk membantunya. Semampumu. Kamu bisa melakukannya untukku?"
"Aku lakukan yang terbaik untuk Mickey!", jawab Tom.
Malaikat pelindung milik Don Bosco tidak bertujuan memata-matai anak-anak lainnya. Mereka bersikap sebagai contoh dan pemberi semangat anak-anak baru. Terutama mereka yang paling membutuhkan bantuan karena kehidupan sebelumnya yang kurang beruntung.
Tom melaksanakan tugasnya dengan antusias dan Mickey bahagia oleh persahabaan yang ditawarkan malaikat pelindungnya. Setelah percakapan dengan Don Bosco, Mickey mengetahui kalau dia harus mempelajari banyak hal selain pelajaran. Seperti tingkah lakunya yang tidak pantas sebagai anak sekolah dan walaupun merasa tersingung jika ada yang menasehatinya, tetapi dia menerima nasehat Tom dengan baik.