Bishop Stephen Ferrando: A Man Sent by God, Karena Cinta (By Love Compelled) Rinaldi 18

8


RUMAH DI DALAM KOTA


Belum pernah ada sesuatu seperti Casa Famiglia, yang bukan hanya suatu tempat tinggal, malahan lebih daripada suatu hostel. Tempat tinggal kaum muda itu berfungsi sebagai CASA - rumah dan oleh karena rumah itu seperti layaknya suatu keluarga, secara resmi dinamakan Casa Famiglia.


Hampir semua perempuan-perempuan muda di Casa Famiglia berasal dari pedesaan. Selama hari-hari pertama dalam kota, mereka dengan sia-sia berusaha menemukan tempat tinggal, bahkan lebih sulit daripada mendapatkan pekerjaan. Beberapa dari mereka mengutarakan persoalan-persoalan mereka kepada Don Bosco - sebagai rumah induk Salesian yang cukup populer di Turin. Persoalan-persoalan yang penuh dengan bahaya bagi gadis-gadis pedesaan yang lugu, yang selama hidup mereka baru pertama kali bertemu dengan kota besar. Sesuatu harus dilakukan.


Pastor Rinaldi bertindak dan Casa Famiglia menjadi kenyataan. Dikelola oleh sekelompok suster-suster Salesian yang terpilih khusus untuk tugas-tugas tersebut. "Kalian bukan menghadapi gadis-gadis sekolah biara," Pastor Rinaldi berkata kepada mereka. "Mereka adalah gadis-gadis muda yang oleh pekerjaannya membuat mereka berhubungan setiap hari dengan dunia, kadang-kadang sampai disisi yang berbahaya. Mereka perlu dimengerti, dipercaya, dibiarkan bergerak dengan kebebasan penuh."


Daripada mengharuskan dia hanya menganjurkan mereka untuk mengikuti misa setiap hari. Oleh karena sepanjang hari mereka bekerja di luar, mereka sering diberi kesempatan untuk keluar setiap sore dalam kelompok-kelompok. Dia bersikeras agar suasana kekeluargaan menjadi nada dalam rumah. Sebaliknya gadis-gadis itu membantu pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, para suster juga berbagi kehidupan mereka. Casa Famiglia dengan segera sukses dan menjadi contoh bagi lembaga-lembaga yang serupa di seluruh Italia. Cukup menandai, rumah yang seperti hostel ini memajukan juga banyak panggilan-panggilan untuk hidup religius.


Suatu cerita singkat yang memusingkan juga terjadi disini, didalam kepadatan kebiasaan-kebiasaan lama Casa Famiglia. Kelihatannya persoalan menjadi semakin banyak ketika seorang superior baru ditunjuk. Suster yang baik itu, yang menghabiskan seluruh waktu hidupnya dalam lingkungan yang teratur dan berdisiplin, tidak mampu melihat kaki-kaki yang datang dan pergi dengan bebas dalam residen Casa Famiglia. Ketika dia melihat gadis-gadis berlompatan gembira dari satu ruangan ke ruangan lain, tertawa, bernyanyi, bersiul, dia akan berdiri dengan penuh wibawa dan meletakan jarinya dekat bibir, dan mendesiskan shh! yang diikuti dengan perintah untuk tenang atau "Lampu akan padam dua jam lebih awal nanti malam."


Gadis-gadis berbondong-bondong "EN MASSE" ke pastor Rinaldi untuk mengeluh akan ketertiban-ketertiban tersebut. Ketika suster itu datang untuk melapor, "Suster" pastor Rinaldi berkata tersenyum,"gadis-gadis ini bukanlah novis-novis. Biarlah mereka bernyanyi, berteriak apa saja yang mereka inginkan. Ikutlah dengan mereka. Mereka perlu suasana yang lain setelah bekerja seharian di pabrik atau kantor. Jangan terlalu dipusingkan oleh jadwal-jadwal. Buatlah mereka mencintaimu, dan percaya padamu, dan kamu akan berbuat besar bagi mereka."


Casa Famiglia bukanlah satu-satunya proyek yang pastor Rinaldi kerjakan untuk menolong menekan persoalan yang ditimbulkan oleh kebebasan-kebebasan baru bagi wanita di dalam kota-kota pada akhir abad. Segera setelah kedatangannya di Turin, dia melihat kebutuhan untuk memperluas program bantuan untuk gadis-gadis. Don Rua telah mempercayakan kepadanya dengan bimbingan dari pusat yang para salesian suster pimpin sebagai batu lemparan dari Gereja Maria Penolong Umat Kristiani.


Pastor Rinaldi dengan cepat mengira-ngira kemungkinan-kemungkinan utama dan dengan tenang mulai memenuhi fasilitas-fasilitasnya, menambah peralatan dan memperkenalkan sistim yang fleksibel dari kegiatan-kegiatan yang diprogramkan. Segera gadis-gadis yang mendatangi pusat setelah jam sekolah atau jam kerja mencapai ratusan jumlahnya. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga-keluarga pekerja, banyak dari mereka sendiri yang bekerja pada pabrik-pabrik di Turin.


Oratori, sebagai pusat sangat dikenal sebagai sebutan lain bagi Salesian, menjadi tempat perlindungan bagi lingkungan-lingkungan yang menekan dari rumah-rumah penginapan dimana gadis-gadis tinggal. Perhatian yang cuma-cuma, suasana gembira yang para suster-suster salesian ciptakan di dalam pusat, kapel yang indah, tempat-tempat bermain, semuanya penuh dengan kekuatan daya tarik. Di bawah pengawasan pastor Rinaldi kegiatan-kegiatan baru ditambahkan: sekolah sore hari untuk jurusan kebudayaan dan kesenian dalam negeri, drama-drama dan senam-senam, piknik-piknik dan retret. Oratori gadis-gadis tersebut mulai menyaingi beberapa pusat-pusat Salesian terbaik untuk laki-laki di Turin.


Don Bosco igin oratori-oratorinya menjadi rumah-rumah kekuatan rohani dan bukan hanya menjadi pusat-pusat untuk rekreasi dan kegiatan sosial. Pastor Rinaldi berusaha mencapai tujuan di dalam Oratori bagi para perempuan terutama melalui sodalitas. Gadis-gadis diberi kesempatan untuk masuk di dalam kelompok-kelompok yang didalamnya pembinaan religius dan kegiatan-kegiatan aktif mereka di dalam karya Katolik disesuaikan menurut umur mereka. Sodalitas Bunda Maria kita yang kelopoknya semua terdiri dari gadis-gadis sekitar dua puluh atau belasan tahun membentuk obyek dari minat dan perhatiannya.


Gambaran yang dia buat mengenai sodalitas menyatakannya. Dia menulis," Saya ingin menghapus dari pikiranmu bayangan yang membuat seorang anggota sodalitas sebagai manusia yang kurang hangat. Seorang anggota sodalitas tidak seharusnya berbeda dari gadis-gadis yang lain kecuali didalam hasratnya untuk mengejar kebajikan-kebajikan. Saya melihatnya sebagai seorang yang periang, seorang yang sosial, seorang gadis yang ceria, yang bernyanyi dan tertawa.....Saya berfikir tentangnya sebagai seorang yang terbuka, jujur, aktif dan rajin bekerja. Dia harus berpakaian seadanya, tentu saja mengikuti mode, menghindari apa yang kelihatannya terasa jelek atau lebih buruk lagi, tidak layak. Kesederhanaan diatas segalanya yang memberikan seorang gadis nada kebaikan dan kejujuran yang sejati."


Penulis biografi pastor Rinaldi menunjukkan bahwa dia memiliki suatu pemahaman yang khusus bahkan unik akan hati wanita, sikap dan kebutuhan-kebutuhannya. Hanya ini yang dapat menerangkan keampuhan nasehat dan bimbingan rohani darinya. Setelah kematiannya, nyanyian pujian yang tak terduga keluar dari ratusan para wanita dari berbagai macam kehidupan, yang pernah mengambil keuntungan dari perhatian dan bimbingan ke'bapa'annya. Tua dan muda, menikah dan sendirian, dan religius semua menyuarakan suatu catatan kesedihan dengan rasa terima kasih bagi pria yang pernah menjadi bapa rohani dan pembimbing mereka.


Di pusat, pembicaraannya selalu menekankan pada pertemuan mingguan sodalitas. Dia berbicara secara langsung dalam berbagai topik, tentang anggota sodalitas di rumah, tentang sekolah dan kerja, tentang bioskop, tentang filem dan tentang dansa; apa kata agama katolik tentang komunis; apa yang kaum awam bisa lakukan untuk gereja dan lain-lain. Setelah pertemuan ada percakapan pribadi. Sering dia tetap tinggal di dalam kamar penerima tamu yang kecil selama dua atau tiga jam, yang menyebabkan kelelahan atau kebosanan, akan tetapi dia tetap tenang dan gembira.


Dia tidak melalaikan mereka yang paling muda, yang berusia 12 sampai 16 tahun, yang merupakan kelompok terbesar dalam Pusat.

Pada mulanya mereka bermacam-macam, sulit diatur. Perjuangan yang besar bagi para suster, yang dicoba batas kesabarannya. Pelajaran agama sering menjadi gaduh- lebih buruk daripada kegaduhan di Porta Palazzo (pasar di Turin). Suster Julia akan selalu menghadap pastor Rinaldi dalam keputusasaan. "Sedikit lebih sabar, sedikit lebih waktu," dia akan selalu mengatakannya, "dan engkau akan mendapatkan mereka dalam telapak tanganmu."


Dia sendiri menunjukkan caranya. Senantiasa tenang, tidak berkerut, bahkan oleh remaja-remaja binal dan kasar, dia memenangkan hati mereka dengan kesabaran dan kebaikan hati yang luar biasa. Dengan bantuan yang padat dari anggota-anggota sodalitas yang lebih tua, para suster segera dalam pengendalian situasi yang lengkap.


Tetapi sekarang dan nanti juga, hal-hal yang tak terduga terjadi. Suatu hari Minggu, satu kelompok gadis-gadis ini memutuskan untuk pergi jalan-jalan dengan bebas. Mereka akan menghadiri Misa di gereja Consolata daripada di kapel Oratori, kabur dari pelajaran agama dan dengan menggunakan penghasilan mereka, menjamu diri untuk makan pagi di Cafe Piazza Vaiberto. Segalanya berjalan sesuai rencana sampai seorang pelayan datang dengan kwitansi. Tetapi ternyata biayanya jauh melebihi apa yang mereka miliki. Seorang laki-laki di Cafe yang mengenal mereka sebagai anak-anak oratori pastor Rinaldi menawarkan diri untuk menutupi kekurangan tersebut dengan syarat mereka harus melaporkan kepada pastor Rinaldi tentang pelarian mereka. Dengan rasa malu dan sedih mereka melakukannya sore itu.


"Baiklah sekarang," pastor Rinaldi mengingatkan dengan dingin, "apakah kalian harus pergi melakukan semua itu demi makan pagi yang lebih baik? Lain kali, biarlah saya mengetahui dan memperhatikan hal itu." Tetapi dia menambahkan dengan tersenyum, "Tidak jika kalian kabur dari Misa Oratori dan pelajaran agama."


Perhatian kebapaan dan minatnya tidak dibatasi hanya pada kebutuhan rohani anak-anaknya. Mengetahui bahwa ada kekurangan akan kebutuhan medis, dia mengatur untuk memiliki seorang dokter untuk pemeriksaan yang teratur, dan dengan mueah hati menyediakan apapun perawatan dan obat-obatan yang dibutuhkan. Dia mendirikan juga simpanan di Bank milik Pusat, yang mana para anggota dapat menggunakan pada saat-saat membutuhkan. Ketika hadiah atas kehadiran atau prestasi dibagikan, dia akan menggunakan uang yang disediakan khusus untuk itu, atau beberapa lembar bahan pakaian atau bahkan sertifikat yang diperlukan.


Sifatnya yang suka menolong orang-orang yang membutuhkan seperti peribahasa. Tulis seorang anggota sodalitas yang keluarganya sedfang dalam kesulitan:" Saya baru saja 16 tahun dan mendapat serangan tifus. Tidak pernah dia gagal mengunjungi saya di Rumah Sakit setiap minggu, dan setiap saat, sebelum berangkat dia diam-diam menyelipkan sumbangan di bawah bantal saya." Yang lain berfikir, mengapa pastor Rinaldi menunjukkan perhatian pada tas tangannya. Dia memegangnya sebentar, mengatakan betapa bagusnya tas itu. Kemudian baru menyadari bahwa dia telah memasukkan sumbangan kedalamnya. Dia begitu malu untuk mengatakan bahwa dia perlu uang, tetapi dia mengetahuinya.


Yang lain bersaksi:" Dia mengetahui keadaanku dan seorang bapa yang arif bagiku. Aku tidak ingin memaksanya lebih jauh. Dan untuk sementara aku sengaja menjauhinya. Suatu hari dia memberikannya untukku."

"Ada yang salah?" dia bertanya

"Tidak ada pastor, aku hanya malu mengemukakan cerita yang lama...."



"Lihat amplop ini?" dia berkata dengan tersenyum,."seorang wanita yang baik meninggalkannya disini untukmu. Sekarang janganlah khawatir dan tersenyumlah kembali...."


Tak lama kemudian setelah kematian pastor Rinaldi, seperti biasanya dibawa ke Turin Pusat, ratusan bekas murid-murid, Presiden perkumpulan alumni berpidato sebagai berikut:"Saya tidak tahu bagaimana mungkin berbicara dari podium tanpa menyinggung pastor Rinaldi yang kehadirannya sebagai bapa begitu nyata diantara kita, yang sangat kita rasakan. Kita berhutang budi padanya....Dan akankah kita tidak menghormatinya dengan perasaan syukur kita yang tulus bagi orang kudus yang memberikan begitu banyak dari dirinya kepada Oratori ini dan kepada setiap anggotanya?"


Mereka bangkit dan sangat terharu, berterima kasih kepada Tuhan akan imam yang mencurahkan sinar kebaikan dan cinta Allah dalam jalan mereka.


28