Magone Bab X

Bab X

Jenderal Baru


Saat Mickey kembali, suasana dioratori begitu ceria. Anak anak datang kembali dari liburan dan dormitori dalam keadaan ribut. Dia segera sibuk membantu pendatang baru. Membantu mengangkat kopor, mencarikan kamar, dan berusaha untuk betah tinggal dirumah baru mereka. Tugas-tugas ini membuatnya senang karena ia ingat bagaimana ia dahulu begitu kesepian dan tak berdaya selama hari-hari pertamanya dilingkungan yang asing ini. Dia merasa sudah merasa dihargai ketika dua mata kecil memandangnya dengan sedih dan malu-malu berbisik, "Terima kasih banyak." Salah seorang anak kecil yang terlihat lebih kebingungan berterima kasih kepadanya dengan sebentuk senyuman, dan memanggilnya,"Pak".

Ingin rasanya ia mengunjungi Don Bosco karena banyak hal yang ingin diceritakannya. Ia menunggu beberapa hari hingga sang pastor mempunyai waktu bebas baginya. Suatu sore ia menemuinya ketika sang pastor keluar dari ruang makan.

"Tentu saja, Mickey," ujar Don Bosco. "Datanglah sesukamu, malam ini, waktu jam belajar."

Don Bosco sering kali menerima celaan karena ia lebih suka berbincang-bincang dengan anak-anak ketika mereka membutuhkannya daripada datang memenuhi panggilan untuknya.

Malam itu Mickey pergi kekamar Don Bosco.

"Silahkan duduk, Mickey, " ujar Don Bosco. " Duduklah sesukamu hingga aku menyelesaikan surat ini."

Mickey menghabiskan waktu mecari cara mengatakan kepada Don Bosco apa yang ada dipikirannya.

"Sekarang," ujar sang pastor sambil menyingkirkan berkas-berkasnya dan berbalik kepada Mickey. "Apa yang ingin kau katakan kepada Don Bosco? Tapi, tunggu dulu. Kalau boleh kubilang liburan kemarin bermanfaat bagimu. Aku bisa melihatnya dari pipimu yang kemerah-merahan itu!"

Mickey tertawa dan sedikit gugup mememikirkan hal yang akan diungkapkannya kepada Don Bosco. Ia melaporkan kabar baik tentang ayahnya sebagai jawaban atas pertanyaan Don Bosco mengenai orangtuanya. Kemudian ia menarik napas dalam dan kata-katanya meluncur dengan terbata-bata.

"Ada-hal-lain-saya-ingin-katakan-Don-Bosco,-tapi-saya-tidak-tahu-harus-mulai-dari-mana!"

"Baiklah, baiklah, Mickey," ujar Don Bosco. "Pelan-pelan, pelan-pelan. Waktumu banyak. Santailah dan bicaralah dengan tenang. Ketahuilah aku disini untukmu."

Mickey mendapat suntikan semangat baru dan mulai bercerita. Diceritakannya kejadian beberapa hari terakhir di Carmagnola. Don Bosco tersenyum ketika ia menceritakan sambutan selamat datang dari teman-temannya.

"Apa mereka benar-benar menaati perintahmu, jenderal?" tanyanya.

"Ya, tentu saja!" ucap Mickey dengan yakin. "Mereka melakukan semua perintah saya. Jika tidak, maka saya akan…….." Mickey terdiam dan berhenti karena malu ketika menatap mata Don Bosco. Mereka terdiam dan beradu pandang sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak.

"Oho, Mickey!" kata Don Bosco. "Caramu membujuk pasti sangat menyakinkan! Tapi teruskan ceritamu!"

Dengan santai Mickey menceritakan tanggapannya atas sambutan teman-temannya dan percakapan-percakapan mereka. Diungkapkannya perasaannya atas kabar penahanan teman-temannya. Juga bagaimana ia begitu terguncang karena ia mungkin ikut ditahan jika Don Bosco tidak menerimanya di Oratory, perasaan muak akan masa lalunya. Ia berhenti sesaat mencari cara paling tepat mengungkapkan hasratnya sehingga Don Bosco bisa mengerti. Sekali lagi ia menarik napas panjang.

"Don Bosco," katanya karena melihat dukungan pada mata sang pastor. "Oratory asyik sekali. Makanan, permainan, dan - pokoknya - semuanya. Apalagi, anak-anaknya. Seperti Tom dan Dan. Mereka selalu gembira setiap saat dan sepertinya tidak ada hal yang membebani pikiran mereka. Saya kira mereka begitu bahagia karena mereka tidak nakal. Itulah sebabnya mengapa saya begitu menyukai mereka. Itu semua karena anda begitu mencintai mereka. Don Bosco, bagaimana saya bisa seperti mereka? Jadi anda akan menyukai saya juga dan ……" Kata-katanya terhenti akibat kebingungan.

Don Bosco memperhatikannya selama ia mencurahkan isi hatinya. Seolah-olah seluruh masa depannya tertulis didahinya dan sang pastor mampu membacanya. Don Bosco tersenyum lagi ketika ia selesai berbicara sambil menggenggam rambut keriting Mickey dan mengoyang-goyangnya dengan lembut.

"Jenderal Mickey terkasih!" ujarnya, "Segalanya mulai terlihat jelas, kan? Ya, kamu benar kalau mengkhawatirkan dirimu sendiri kalau terlibat pergaulan yang kurang baik. Oh, kehidupan jalanan! Godaan hidup yang harus dihadapi anak-anak muda itu. Kita hanya dapat berharap pada kemurahan Tuhan. Semoga kemurahan hati-Nya Tuhan tidak mengganggap mereka sebagai antek-antek kejahatan tetapi sebagai korban keadaaan. Bagaimana beratnya mereka untuk keluar dari kehidupan itu!…………"

"Ya, Mickey,"lanjutnya,"sekarang kita harus meluruskan segala sesuatunya dan berusaha dipandangan Tuhan. Kamu sudah mengerjakan segalanya dengan memuaskan. Sekarang kita harus melangkah lebih jauh. Kita harus mencoba hidup jujur dan kudus demi cinta Tuhan kepada kita. Tentu saja, aku tahu bicara itu mudah. Akan ada banyak godaan dan kewajiban-kewajiban yang berat, tapi akan selalu ada saat-saat penghiburan yang membahagiakan, saat-saat yang sepertinya tidak ada didunia, karena datangnya tidak dari dunia tapi dari surga."

"Aku mempunyai saran untuk memulai pembukaan tahun ajaran baru dengan retret selama tiga hari. Berusahalah untuk retret dengan baik dan lakukanlah dengan segala niat baikmu. Setelah itu, bersihkanlah semua 'sampah' yang terkumpul dijiwamu dengan mengaku dosa dengan baik kepada pastor yang kamu percayai. Sehingga kamu menjadi Mickey yang baru ditahun-tahun yang akan datang. Dengan permulaan seperti itu Mickey, pada akhir tahun pelajaran kamu akan menjadi kudus seperti nama pelindungmu, Michael-Sang Malaikat Agung!"

Mata Mickey memancarkan antusiasme karena kata-kata Don Bosco yang selalu dapat menyemangati anak muda.

"Tetapi sebelum kamu pergi, Mickey, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Maukah kamu melakukannya?"

"Pasti, dong!" jawab Mickey. "Apa itu?"

"Tuhan memberikan kamu bakat untuk memimpin. Selama ini kamu telah sekuat tenaga menggunakan bakatmu itu sesuai keinginan-Nya. Dimasa lalu kamu sering menggunakan bakatmu itu untuk mengajak orang menjauhi Tuhan daripada mendekati-Nya. Bagaimana kalau kamu mencoba untuk menebusnya?"

"Bagaimana caranya?"

"Begini. Ada beberapa anak baru diOratory yang sayangnya pernah terlibat dalam kehidupan jalanan sepertimu. Mungkin kamu mengenal mereka mungkin juga tidak. Aku akan berikan nama mereka. Meskipun ingin, aku tak dapat mengurusi mereka satu persatu walaupun anak-anak ini kelihatannya bisa membuatku khawatir. Kamu harus membimbing anak-anak ini untukku dan mencoba membuat mereka melihat segala sesuatu seperti kamu melihat mereka sekarang. Bujuklah mereka untuk membuat keputusan seperti yang telah kamu lakukan; cobalah merubah mereka dari calon penjahat menjadi calon anak-anak Tuhan. Sekali lagi kamu akan menjadi pemimpin geng, Mickey. Tetapi kali ini aku ingin mereka menjadi geng 'malaikat'. Aku akan jelaskan hal ini nanti setelah anak-anak itu datang. Tapi mulai saat ini kamu harus menyadari kedudukanmu disini. Kamu adalah pemimpin dan anak-anak akan meniru semua perbuatanmu dan meminta bimbinganmu. Semoga kamu tidak mengecewakan mereka atau aku sendiri."

Don Bosco berdiri dan ia teringat sesuatu.

"Kamu tentunya tahu, jendral, bagaimanapun juga kamu tidak boleh membujuk mereka dengan………." Don Bosco memutar-meutar kepalan tangannya beberapa kali, "…….Mengerti?"

Mickey tersenyum sedih seperti menyesali cara "kuno"nya yang efektif umtuk membujuk. Walaupun cara itu selalu berhasil tapi ia telah berjanji pada Don Bosco untuk menuruti nasehatnya.

Don Bosco meletakkan tangan dibahu Mickey sambil mata cemerlangnya menatap kekejauhan selama anak itu berdiri didepannya.

"Lakukanlah semampumu demi kebaikan jiwamu, anakku," ujarnya. "Lakukankah secepatnya yang kamu bisa, karena kita tidak tahu kapan Tuhan memanggil dan mengadili kita. Saatnya datang seperti pencuri dimalam hari, Mickey . Seperti pencuri dimalam hari."

Mickey berkonsentrasi penuh ketika retret dimulai. Bahkan beberapa kali selama minggu itu, Mickey tetap berlutut berdoa ketika anak-anak lain telah meninggalkan gereja. Mereka yang hanya mengetahui Mickey karena semangat dan kelakuannya dilapangan bermain sangat terheran-heran.

"Apa yang terjadi pada sang jendral akhir-akhir ini?" ujar mereka.

"Tau, sepertinya sih, sakit. Mungkin cacingan. Kamu tahu, dulu aku pernah cacingan dan…"

"Cacingan!"sergah seorang anak. "Maksudku, kenapa akhir-akhir ini ia cukup sering nongkrong digereja."

"Mungkin digereja lebih hangat," saran yang lain.

"Tidak," seorang temannya keberatan. "Mickey orangnya biasa aja dan ia suka bersenang-senang. Hanya, dia sekarang lebih sering menghabiskan waktu digereja, bahkan dia tetap kegereja walaupun tidak diwajibkan. Dan, kamu tahu nggak? Sekali waktu aku pernah ngeliat Crackers menginjak lututnya dengan kakinya yang besar itu. Tahu apa yang dilakukan Mickey?"

"Meninjunya! Tepat ditulang rusuk. Aku pernah dipukulnya sekali."

"Salah," ujar temannya. "Dia hanya menatapnya dan tersenyum. Tersenyum!"

"Dan kamu tahu apa yang terjadi pada Pugliese yang mencoba mengganggu Mickey waktu berdoa?" tanya anak ketiga yang bergabung ikut bergosip. "Kami sedang membicarakan Mickey seperti kalian saat ini. Terus ada anak yang bilang kalau Pug ingin meniru Mickey. Pug sangat marah dan bilang kalau dia bisa berdoa lebih lama daripada Mickey."

Pug adalah anak yang paling tak bisa diam dioratory. Dia tidak mampu duduk, berdiri, berlutut ataupun diam lebih dari dua menit. Ide kalau Pug mlebihi Mickey sangatlah menggelikan..

"Put melakukannya suatu malam setelah doa," lanjutnya, "dan ia berlutut dibelakanhg Mickey. Tak lebih dari sepuluh menit Pug sudah keluar dan berlarian dilapangan."

"Dan bagaimana dengan Mickey?"

"Sama sekali tak menyadarinya. Kami meninggalkannya sedang berlutut digereja dengan mata tertutup dan mulut komat-kamit. Beberapa saaat kemudian seorang anak masuk dan memberitahunya mengenai hal itu, tetapi ia mengusir kami keluar. Katanya gereja adalah rumah Tuhan, dan kita tidak seharusnya main-main disana, dan kita lebih baik menghabiskan waktu digereja untuk berdoa daripada bermain-main."

"Kamu bilang apa kedia?"

"Kami tidak bilang apa-apa,"jawabnya. "Jenderal Mickey, nakal ataupun tidak, masih dapat menggunakan kepalan tangannya."

Diantara semua anak-anak dioratory yang menyadari perubahan sifat Mickey, Tom-lah yang paling bahagia. Tom hampir tidak mengetahui apa yang dialami Mickey akhir-akhir ini apalagi seluruh percakapannya dengan Don Bosco. Tetapi ia menyadari perubahan itu. Mickey dengan stabil memperbaiki kelakuannya sejak tiba dioratory. Dari tingkah lakunya saat ini jelas sekali kalau perubahan itu tidak hanya sebatas kulit saja. Tom juga memperhatikan kalau Mickey kehilangan sifat-sifat lamanya yang membuatnya seolah-olah lebih daripada yang lain.

"Kukira ini karena retret," ujar Tom kepada Dan. "Ini retret pertamanya dan kurasa ia sangat terpukul karenanya."

Dia memutuskan untuk menunggu hingga retret selesai, ketika Mickey kembali ke sifatnya yang lama. Kemudian ia akan mengejeknya karena terlalu cepat mencoba "melayang jauh".

Walaupun retret sudah usai ternyata Mickey tidak kembali ke sifat lamanya. Dia tidak hanya kehilangan kegembirannya, malahan dia berubah pemurung dan seolah-olah patah hati. Dia seperti kehilangan minat akan segala sesuatu, bahkan hasratnya untuk bermain. Jendral 'baru' dan 'aneh' ini membuat anak-anak dioratory kebingungan, tetapi mereka tidak bisa berbuat sesuatupun mengenainya. Mickey bisa berbahaya jika diganggu dalam keadaan seperti itu. "Jangan mengganggu macan tidur," ujar mereka dan lebih suka membicarakan keadaan ini diantara mereka sendiri.

Bagaimanapun juga, dengan jujur Tom memperhatikan Mickey dan memutuskan akan mencoba menggali hingga kedasar permasalahan ini pada kesempatan pertama.

Kesempatan itu datang pada suatu hari ketika ia sedang berjalan menyeberangi lapangan bermain. Dia melihat sesosok tubuh bersandar pada sebuah tiang.

"Aneh sekali!" ujarnya dalam hati. "Sepertinya itu sang jendral. Mana mungkin Mickey tidak ikutan main hanya untuk bersandar ditiang itu."

Dia melihat kalau itu benar-benar Mickey ketika ia mendekatinya.

"Jadi begini, satu dari anak-anak pemalas!" ujarnya, bermaksud menegur temannya dengan halus karena menghindari permainan. "Kamu benar-benar……."

Kata-katanya membeku dimulut saat ia menatap wajah Mickey, karena Mickey tidak menyambutnya dengan gembira seperti biasa tetapi ia terlihat seperti kehilangan rasa percaya diri. Sambutan yang tak diharapkannya sehingga Tom hanya dapat berdiri disamping Mickey tak tahu apa yang harus dilakukan. Karena merasa kalau Mickey sedang mempunyai masalah ia akhirnya memutuskan untuk menawarkan bantuan. Mickey hanya membalikkan badannya untuk menunjukkan kalau ia tidak sedang ingin berbicara tetapi Tom mengejar dan menarik tangannya.

"Mickey, ada apa?" tanyanya. "Kamu enggak mau ngomong sama aku?"

"Tidak ada apa-apa," jawab Mickey. "Aku hanya tidak ingin berkumpul dengan yang lain."

"Memangnya kenapa?"

Mickey tidak menjawab apa-apa.

"Dengarkan, Tom," sergah Mickey dengan kasar,"aku tidak mengganggumu! Jadi kamu juga jangan mengganggu aku. Sekarang, pergilah!"

"Tapi aku tidak suka melihatmu berkeliaran seperti ini," ujar Tom menuntut. "Diwajahmu terlihat kalau seolah-olah kamu baru pulang dari pemakaman. Kamu tidak ikut bermain. Kamu hanya berkeliaran. Ada apa, Mickey? Ceritakanlah. Kamu tahu kalau aku akan membantu semampuku."

Mickey terdiam beberapa saat sebelum menjawab. Jelas sekali kalau ia terlihat mempunyai masalah.

"Oh, sangat….sangat susah untuk mengungkapkannya," jawabnya dengan gagap. Aku tidak sebahagia seperti ketika aku baru datang dioratory. Anak-anak terlihat sangat bahagia daripada aku. Semuanya……lebih baik…...dan aku sama sekali tak berguna. Itulah masalahnya." Dengan segera iapergi bergegas meninggalkan Tom yang kebingungan tak tahu harus berbuat apa. "Jika tidak bisa membantu Mickey maka aku akan mencari orang lain yang bisa," putusnya. Sore itu ia menceritakan kelakuan Mickey kepada Don Bosco.

"Panggil dia kemari,"ujar Don Bosco.

Mickey datang cukup tepat waktu dan pelan-pelan Don Bosco membantunya keluar dari masalah yang memberatinya. Ia telah menyiapkan diri dengan baik untuk menghadapi retret seperti yang disarankan oleh Don Bosco. Dan ia merasa telah menjalankan retret itu dengan baik.

"Kamu sudah mengaku dosa?" tanya Don Bosco dengan tenang.

Sebagai jawabannya adalah kepala Mickey yang menunduk.

"Jadi, itulah sebabnya!" ucap Don Bosco. "Kamu tidak mengaku dosa!"

"Saya tidak bisa, Bapa! Dan masih saja tidak bisa." ujar Mickey.

"Setidaknya kita tahu penyebab masalah ini," ujar Don Bosco. "Sekarang, Mickey dengarkan aku dan biarkan aku memberitahu semua masalahmu. Jika aku salah, jujurlah dan katakan kepadaku. Jika benar, maka kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya."

Don Bosco menerangkan dengan bahasa yang dimengerti Mickey akar permasalahan kesedihan yang dirasakannya. Tuhan memberi rahmat-Nya dengan menunjukkan keadaan jiwa orang berdosa karena ia telah memutuskan untuk mengubah jalan hidupnya. Sehingga saat ini ia merasa muak akan masa lalunya yang membuatnya kesal jika dibandingkan dengan kehidupan beberapa orang temannya yang hidup layaknya orang kudus. Don Bosco menarik kesimpulan bahwa hanya satu hal yang bisa dilakukan, yaitu pergi mengaku dosa. Sehingga ia bisa memulai cara hidup yang baru dan menyenangkan. Hanya karena takut untuk mengaku dosa maka ia tidak bahagia seperti sekarang ini. Jika tidak segera memperbaiki keadaan maka ia mungkin jatuh kekeadaan yan lebih buruk.

Mickey merasa sangat sedih." Anda benar," ucapnya.

"Bongkarlah dosa-dosa segera," tegas Don Bosco.

"Itu bukan hal yang mudah, Bapa; saya memiliki banyak……"

"Mickey, langkah pertama adalah yang terberat, tetapi sekali kamu menyebutkan masalah-masalahmu kepada sang pastor, ia akan membuatnya mudah bagimu. Ia dilatih untuk melakukan hal itu. Seorang pastor akan merasa sebagai seorang pastor ketika ia membantu jiwa-jiwa untuk kembali bersahabat dengan Allah."

"Baiklah, Bapa, kukira aku harus melakukannya." Mickey menarik nafas dengan keras ketika ia memikirkan apa yang harus dilakukannya segera.

Sore hari itu ia menunggu cukup lama sebelum ia mengumpulkan cukup banyak keberanian untuk mengaku dosa. Ketika akhirnya memasuki ruang pengakuan ia berdoa memohon kekuatan untuk mengaku dosa dan melakukannya dengan baik.

Kejadiannya seperti yang dikatakan Don Bosco. Setelah Mickey mengucapkan kata-kata pembukaan, pastor confessor pelan-pelan mengambil alih pimpinan. Bersama-sama mereka menelusuri lika-liku perbuatan-perbuatan manusia dan kegagalan-kegagalannya. Dan begitu rasa sakit jiwanya satu per satu terkuak dan dibersihkan; Mickey merasakan jiwanya bangkit dan dirinya dipenuhi kegembiraan.

"Aku mengampunimu…."

Selesai sudah! Dengan melupakan keadaan disekitarnya Mickey pergi meninggalkan ruangan pengakuan dan berjalan menuju cahaya berkelip-kelip dialtar gereja yang sepi. Sambil berlutut ia mengucapkan doa dari hati yang bersyukur dalam kegembiraan yang penuh keheningan. Menit demi menit berlalu, perlahan-lahan kehebohan didalam dirinya berkurang dan kegembiraan yang lebih dalam menguasainya. Seiring dengan rahmat Tuhan memenuhi jiwanya dan mempersatukan dirinya dengan para malaikat dan para kudus, ia mengalami perasaan suatu kegembiraan yang sangat indah sehingga mendekati perasaan sedih. Jiwanya telah dicuci dalam limpahan rahmat sehingga terangkat kepenghiburan religius. Saatnya telah tiba bagi Tuhan untuk menanam benih ditaman yan baru disemai ini. Matanya memudar oleh air mata, Mickey sekarang meminta kepada Tuhan untuk mengambilnya sebagai miliknya.

Keesokan paginya dia bertemu Tom yan berjalan menuju lapangan permainan.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Tom ingin tahu. Mata Mickey bercahaya dan dirangkulnya temannya itu.

"Tom," ujarnya,"kamu tidak tahu bagaimana perasaanku; bahkan walaupun mencobanya aku tidak akan mampu menceritakannya. Aku tidak percaya kalau baru kemarin aku merasa sangat kotor, sangat malu akan diriku sendiri! Sekarang seolah-olah seluruh dunia diciptakan untukku."

"Hebat!" teriak Tom."Sekarang kamu akan menjadi seperti jendral yang dulu, sebelum ini semua."

"Tidak, Tom," ujar Mickey. "Aku tidak akan pernah menjadi jendral yang sama seperti dulu. Aku akan berusaha untuk menjadi jendral yang baru. Kamu tahu, Tom," lanjutnya sambil menatap kearah letak Carmagnola, yang ada di pikirannya, "Aku tidak bisa berhenti memikirkan jika saja teman-temanku bisa melakukan apa yang telah kulakukan dan merasakan apa yang kurasakan hari ini, mereka akan mengikuti jendral mereka untuk ini semua. Kasihan mereka! Tuhan tahu mereka mebutuhkan ini semua sama seperti aku."

67