Magone Bab IV

Bab IV

SURAT


Mickey menceritakan segala kejadian tadi kepada ibunya dengan penuh semangat walaupun sang ibu tak dapat sepenuhnya merasakan kegembiraan dan semangat sang anak. Ia tak biasa berharap banyak karena kerasnya kehidupan. Hal ini bisa berarti sesuatu yang baik, tetapi bisa juga tidak dan dia hanya dapat melihat dan menunggu. Ia bahagia bukan karena mengharapkan kehidupan yang lebih cerah di masa depan tetapi karena kegembiraan Mickey bercerita.

Sambil berbaring di tempat tidurnya untuk bersiap-siap tidur; pikiran-pikiran baru yang membingungkan berputar di kepalanya. Orang asing itu telah memberikan kesan mendalam padanya. Ia sangat ramah dan baik hati. Ia juga berjanji untuk menolongnya. Ia telah menyatakan akan membantunya belajar suatu ketrampilan dan membawanya untuk sekolah di Turin. Harapan-harapan baru yang cerah terbuka, sungguh cerah dan sangat mengganggunya sampai tak bisa tidur. Tiba-tiba disadarinya bahwa ia tak mengetahui sedkitpun tentang orang itu, bahkan namanya saja tidak. Lalu ia teringat suratnya dan bangkit dari tempat tidur. Dinyalakannya lampu dan merogoh kantong celana mencari amplop itu.

Walaupun agak kumal, surat itu jelas dan mudah dibaca: "Pastor N. Arricio, Paroki St. Yoseph, Carmagnola."

Mickey memikirkan suatu cara untuk membuka surat itu dan melihat isinya tanpa meninggalkan bekas. Ia menekan sisi-sisinya dan meniupnya sampai amplop itu menggelembung, mencoba menguji perekat pada ujungnya, dan usaha terakhirnya adalah mencoba mengintip melalui lobang kecil di sudut amplop. Akhirnya diletakkannya surat itu di meja di samping tempat tidurnya, meratakannya, dan menatapnya seolah-olah kertas itu tembus pandang di atas kayu yang kegelapan. Karena isi surat itu masih rahasia, ia menyerah, mengangkatnya dan meletakkannya di laci. Kejadian sore itu kembali terlintas dalam pikirannya, cepat dan bagaikan gambar yang cerah; setelah ia kembali ke tempat tidur dan mematikan lampu. Semuanya, sejak kemunculan orang asing yang tersenyum itu, sampai jabat tangan terakhir dan perpisahan. Ia senang mengingat-ingat sang pastor dan menyenangkan bila bisa bertemu dengannya lagi.

Tiba-tiba ia terbangun. Suatu kekhawatiran yang tak bisa dikenalinya, sebuah ketakutan yang membayang di tengah khayalan-khayalan indah itu, yang akhirnya terfokus - "Bagaimana bila kedua pastor itu bertemu dan membicarakannya?" Pastur Arricio akan memberitahu si orang asing mengenai Michael Magone dan tingkah-lakunya. Keringat mengucur dari dahinya ketika ia membayangkan Pastor Arricio akan bercerita segala hal mengenainya kepada sang pastor asing itu, kalau dia mau. Sang orang asing mungkin tidak menyukai apa yang didengarnya dan Mickey sedih dengan kemungkinan beliau akan berpikir buruk tentangnya. Berapa banyak yang diketahui Pastor Arricio? Apakah dia tahu tentang penyerangan ke toko Pettini? Sudahkah seseorang memberitahunya tentang kejadian di tempat Monte? Kejadian minggu lalu di Orange Road?…… Mickey hanya dapat membalik-balikan badan karena gelisah, sampai akhirnya tertidur kelelahan.

Cahaya mentari yang tidak terik di pagi itu bersinar sampai ke tempat tidur dan membangunkannya. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang spesial hari itu, walaupun ia belum mengingatnya. Dengan terburu-buru diselesaikannya pekerjaan pagi begitu teringat kejadian semalam, walaupun dengan sedikit rasa was-was yang masih membayang dari tadi malam.

Di sekolah ia lebih tenang dari biasanya walaupun berharap sang guru melupakan kejadian tentang ikan-ikan minnow. Untungnya beliau tampaknya sama sekali lupa. Ketika sekolah selesai, ia mendesak sepasang bocah hingga ia yang pertama keluar lalu berlari cepat menuju Via Motti dan mendaki bukit menuju pastoran. Ia berdiri sebentar memandang gerbang pastoran sebelum akhirnya menekan bel dengan mantap. Didengarnya bunyi bel di suatu tempat di dalam.

Seiring dengan terbukanya pintu, Mickey hampir dapat merasakan perasaan tidak senang dan mendengar suara berdecak, bahkan sebelum ia melihat si pembantu muncul. Sama seperti semua bocah di lingkungan itu, dia tahu persis bagaimana pandangan "Krusty Kate" terhadap anak-anak.

"Mau apa?" ia mendelik kepada Mickey.

"Aku telah - maksudku - aku diminta untuk menemui Pastor Arricio!"

"Tunggu di situ." Kate menutup pintu dan Mickey mendengarnya menaiki tangga. Terdengar suara pelan dan pintu kembali terbuka. Seorang pastor tua muncul mendekatinya.

"Mari, anakku, mari masuk. Kamu tahu, dengan cuaca yang berubah-ubah seperti ini, aku tak tahu apakah aku akan pergi atau baru saja pulang. Cuaca seperti ini bahkan dapat membuat seorang santo marah-marah." Mereka masuk ke ruang tamu. "Aku dapat mengingat ketika orang bisa membedakan satu musim dengan musim lainnya, tapi sekarang …" Ia menatap Mickey, "Apa yang kau inginkan, anakku?"

Mickey menceritakan pertemuannya dengan sang orang asing dan menunjukkan pesannya. Ia melihat dengan gelisah ketika sang pastor mengamati amplop itu dengan curiga, mengerutkan bibir sambil menyesuaikan letak kaca mata, dan membaca dengan keras nama dan alamatnya. Mickey sudah akan berkata, "Bukalah dan lihat isinya," ketika sang pastor memutuskan untuk membuka surat itu. Dirobeknya amplop dan secarik kertas jatuh ke lantai. Seperti peluru yang ditembakkan, Mickey memungutnya dan memberikannya ke pastor.

"Aha!" serunya setelah membaca surat itu. Lalu dia tertawa kecil. "Don Bosco! Wow! Kita dapat melakukan banyak hal jika saja banyak orang seperti dia, percayalah. Dia bukan pastor sembarangan. Ia…. ia menyuruhmu ke sini untuk menemuiku, bukan? Mmmm….. Baiklah. Ya, anakku, aku mengerti maksudnya. Makanlah apel ini, dan duduklah disana selama aku menulis surat untuknya."

Mickey mengambil apel yang ditawarkan dan duduk di dekat meja kerja sehingga ia bisa memperhatikan pastor itu.

Pastor Arricio mengambil selembar kertas dan pulpen yang diisinya sampai penuh, dahinya berkerut-kerut dan matanya berkedip-kedip selama ia menulis.

"Dengar Mickey," katanya, "dan katakan jika kau menyukainya." Ia mulai membaca, menekankan pada kata-kata tertentu sambil menganggukkan kepala.


Don Bosco yang baik,

Mickey Magone adalah salah satu warga di parokiku. Ibunya orang baik yang bekerja sangat keras. Ayahnya, sayangnya, telah terlibat masalah baru-baru ini. Mickey sendiri, saya yakin, punya banyak kemampuan bila seseorang bisa membimbingnya.


Ia berhenti, memandang langit-langit, mengerutkan bibir, dan menatap Mickey yang gelisah. Lalu melanjutkan,


Tak peduli bagaimanapun baiknya ia, berkeliaran di jalan tak akan membantunya. Gurunya berkata, ia mempunyai banyak kemampuan jika nilainya ditempat bermain dan di pelajaran, bisa berarti banyak. Apa yang dilakukannya di luar saat ini aku sungguh tidak tahu.


Ia mengakhiri surat dengan salam seperti biasa yang disampaikan penuh kehangatan, lain dari kebiasaannya. Sang pastor melipat dan memasukkannya kedalam amplop kemudian mengelemnya dengan sangat hati-hati, dan menulis alamatnya dengan tulisan yang bagus.

Karena tak sabar lagi, Mickey berujar, "Siapa itu Don Bosco?"

"Demi Surga!", sahut si pastor. "Kamu tak pernah mendengar tentang Don Bosco?"

"Tidak pastor, tidak pernah."

"Bagaimana mungkin! Seluruh kota masih membicarakannya sejak kejadian di Penjara Generala! Jika kau akan tinggal bersamanya, kau harus mengetahui hal ini. Akan kuceritakan kepadamu sekarang. Don Bosco adalah pastor Penjara Generala dan pada suatu hari …"

Seiring dengan pastor mulai bercerita, tembok ruangan seolah-olah membesar dan membentuk suatu ruangan besar dimana ia dapat melihat sang orang asing berbicara dengan seorang pejabat pemerintah.

"Temanku Don Bosco,” kata menteri Ratazzi, "jika saja aku tak menghormati penilaian anda terhadap masalah ini, aku pasti tergoda menganggap semua ini lelucon belaka. Apakah anda benar-benar serius?”

"Aku tak pernah seserius ini."

"Apa tanggapan petugas penjara ketika kau minta ijin padanya?"

"Sama seperti anda, dia bertanya apa saya serius."

"Apakah dia menjanjikan sesuatu?"

"Saya khawatir hal itu terlalu berat baginya. Dia meminta saya menemui direktur penjara."

"Apa kata direktur?"

"Kami berdiskusi lama. Ia juga mengutip peraturan-peraturan penjara. Akhirnya ia mengusulkan menghadap Yang Mulia. Dan disinilah saya sekarang, memenuhi undangan untuk membicarakan rencana itu."

"Aku akan bicara berterus terang," kata sang menteri. "Ketika direktur penjara memberitahuku masalah ini, aku memutuskan untuk mengundang anda bukan hanya untuk membicarakan masalah itu; tapi juga untuk menemui sang pastor yang akhir-akhir ini telah banyak menarik perhatian karena karyanya bagi kaum muda."

"Anda sangat baik, Yang Mulia."

"Sama sekali tidak, Don Bosco. Menurutku anda sudah melakukan hal mengagumkan bagi anak muda Turin, terutama yang sering melanggar hukum dan peraturan. Namun, walaupun saya menghargai segala yang telah anda lakukan bagi tahanan yang berusia muda - para petugas juga telah memberitahu saya bahwa anda telah mengubah suasana tempat itu - dan juga keinginan saya untuk mengabulkan permintaan anda, saya khawatir itu hal yang mustahil.".

"Kenapa?"

"Nah, pastor, mari kita lihat dari sudut pandang kami. Anda mengajukan permohonan untuk mengajak tigaratus orang tahanan muda berjalan-jalan seharian di pedesaan. Kegiatan ini kalau bisa kita sebut sebagai hadiah untuk mereka karena telah berkelakuan baik selama beberapa minggu ini. Bukan begitu?"

"Benar, Yang Mulia. Dan aku berjanji untuk membawa mereka kembali, tiap orang, sebelum matahari terbenam."

"Ya, ya, saya mengerti, tapi….." Sang menteri memandang Don Bosco sebentar dalam kesunyian; diselingi bunyi ketukan pulpen pada meja. Tampaknya dia akan membuat keputusan mendadak.

"Baiklah, pastor," katanya tiba-tiba, "anda dapat mengaturnya sesuai keinginan anda."

"Terima kasih banyak, Yang Mulia!" sahut Don Bosco.

"Jalan-jalan mungkin bermanfaat," aku sang menteri. "Selain itu, menurutku perjalanan ini tidak terlalu berresiko. Mereka kita bagi menjadi tiga baris dan dibubarkan kalau sudah sampai tujuan. Jika ada kekacauan atau usaha kabur, pengawal-pengawal …. Kenapa anda tertawa Don Bosco?"

"Maafkan saya, Yang Mulia. Saya telah berterima kasih atas ijin yang anda berikan, tetapi dengan sangat hormat saya harus menyampaikan kalau saya hanya akan membawa mereka jalan-jalan dengan syarat anda berjanji tidak akan mengirim satu polisi atau penjaga untuk mengikuti kami, baik berseragam maupun tidak."

"Apa?" teriak menteri sampai berdiri. "Sendirian! Anda sungguh yakin kalau penjahat-penjahat muda ini akan kembali bersama anda, ya?"

"Jika saya kehilangan satu orang saja," jawab Don Bosco lembut, "anda boleh menahan saya untuk menggantikannya."

Ratazzi berjalan mondar-mandir. Orang ini sudah gila karena berani mengajukan ijin semacam itu! Tigaratus orang tahanan! Dengan satu orang pastor! Ia akan menjadi bahan tertawaan jika berani meluluskan permintaan itu. Dia mulai berpikir…. Mungkin saja hal itu berhasil. Dan jika berhasil? Don Bosco adalah orang yang mampu untuk melakukannya. Lagipula hanya diperlukan waktu beberapa hari untuk menangkap mereka bila ada yang berhasil melarikan diri.

"Baiklah, Don Bosco," katanya dengan nada tak sabar. "Lakukanlah sesuka anda, tapi…...," sang menteri tersedak, "semoga Surga menolong anda, dan aku juga, jika semuanya berantakan! Tigaratus orang perusuh dengan hanyaseorang pastor menjaga mereka! Ya Tuhan!"


"Don Bosco ingin menemui Yang Mulia."

"Persilakan masuk!" Pintu terbuka dan sang menteri bangkit dari bangku untuk menjabat sang tamu.

"Jadi?" tanya sang menteri, "Apa yang terjadi?"

"Apa yang terjadi?" ulang Don Bosco karena terkejut. "Tak terjadi apapun. Kejadian apa yang anda harapkan?"

"Apa semua tahanan kembali?"

"Ya, tentu saja, Yang Mulia."

"Setiap orang?"

"Setiap orang."

"Syukurlah!" sahut Ratazzi. "Saya baru menyadari apa yang telah saya lakukan ketika anda pergi, dan merasa ingin mengejar anda untuk menarik ijinku kembali. Ceritakan apa yang terjadi."

"Ketika anda menandatangani surat persetujuan anda," kata Don Bosco, "Saya menunjukkannya kepada kepala petugas penjaga penjara. Aku tak menyalahkan keheranannya. Ia lebih khawatir akan keselamatanku daripada kemungkinan tigaratus pemuda itu kabur! Lalu aku memberitahu anak-anak itu dan mereka pun bersorak kegirangan. Aku mengingatkan mereka bila sesuatu yang tak diinginkan terjadi, maka yang paling menderita adalah teman mereka, Don Bosco yang malang. Beberapa anak yang lebih besar mulai menggulung lengan baju mereka. ‘Lihat saja jika ada yang berani macam-macam!’ kata salah seorang yang tegap. Yang lain berkata, ‘Siapa yang punya ide bodoh untuk kabur, tak akan mampu lagi merangkak bila kami sudah membereskannya.’"

Ratazzi menertawakan mimik Don Bosco. "Aku tak sabar mendengar apa yang terjadi waktu mereka keluar dari gerbang!"

"Mereka berbaris melewati gerbang penjara esok paginya," lanjut Don Bosco, "ngobrol dan bercanda seperti kelompok anak muda lainnya. Kami menuju ke tempat lapang, menikmati udara segar dan sinar matahari yang diberikan Tuhan. Tidak lama kemudian mereka mengira aku sudah lelah, sehingga mengambil makanan dari punggung kedelai dan memintaku menaikinya sepanjang jalan. Di tempat kami akan makan, kami bertemu dengan beberapa orang temanku yang membantu menyiapkan makan siang. Setelah makan, mereka bermain ditaman seperti anak kecil sampai saat pulang. Dalam perjalanan, kami mampir di sebuah gereja dan meneruskan perjalanan. Sepanjang hari itu tak sekali pun aku perlu berteriak."

"Hebat!" sambut sang menteri, "Hebat! Tapi tolong anda beritahukan padaku, bagaimana anda seorang diri melakukan sesuatu yang tak dapat dilakukan negara terhadap anak muda-anak muda ini?"

"Yang Mulia," sahut Don Bosco, "negara hanya dapat memerintah dan menghukum. Kami bicara hati ke hati dengan mereka dan kata-kata kami adalah kata-kata Tuhan. Antara rohani atau cambuk, kami menyadari bahwa rohani lebih mudah untuk kita."

Don Bosco bangkit untuk pergi.

"Sebelum anda pergi, pastor," sang menteri mempersilahkan Don Bosco agar tetap duduk, "ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan orang seperti anda. Seorang keponakan saya telah membuat masalah besar bagi orang tuanya dan sejak lama mereka telah meminta pertolonganku mengurusnya. Sejujurnya, ia sudah keterlaluan nakal sehingga saya berpikir untuk mengambil langkah nekat. Saya telah berpikir memasukkannya ke sekolah anak-anak nakal sebagai usaha terakhir saya. Aku berharap anda dapat membantu keponakan saya."

"Saya bersedia membantunya," lanjut Don Bosco, "bukan karena ia keponakan anda tapi karena ia anak muda yang membutuhkan bantuanku. Saya akan menerimanya jika anda dapat mengantarnya."

"Terima kasih, Don Bosco!" ujar Ratazzi saat mengantar si pastor ke pintu. "Saya berharap kita tetap bersahabat walaupun kita memiliki banyak perbedaan."


Ketika sang pastor selesai bercerita, tangannya meraba-raba meja di belakangnya. Mickey dengan cepat meraih dan menyerahkan sebuah kotak berisi tembakau kepadanya.

"Ya, anakku," lanjutnya, "Don Bosco dapat menangani mereka semua, anak nakal atau anak baik-baik. Aku sudah melihatnya sendiri - aku di Turin saat itu - bekerja di jalanan. Anak-anak muda menyukainya, kurasa karena mereka tahu ia senang terhadap mereka. Aku pernah melihatnya menghampiri segerombolan anak yang sedang berjudi, dan kudengar mereka memaki-makinya karena mengacaukan permainan. Tapi akhirnya anak-anak itu menyorakinya, dan berjanji untuk pergi ke klubnya - oratory, demikian ia menyebutnya - hari minggu berikutnya. Mgr. Marino bercerita tentang kelompok penjudi lainnya yang dibubarkan Don Bosco dengan cara yang tak biasa. Dia datang dari belakang diam-diam sehingga mereka tak mengetahuinya. Lalu diambilnya semua uang taruhan dan lari."

"Apakah mereka menangkapnya?" tanya Mickey.

"Menangkap Don Bosco? Apa yang kau katakan, nak? Kau takkan bisa menangkap Don Bosco, bahkan jika kau punya empat buah kaki! Don Bosco menahan mereka beberapa blok dan kemudian lari ke gereja dan mereka mengikutinya! Tak peduli apa kata pastor-pastor yang lain, aku selalu merasa bahwa itu adalah salah satu cara untuk mengisi gereja!"

Mickey tertawa, dan keinginannya untuk bertemu Don Bosco sekali lagi semakin menggebu-gebu.

"Ya, saat-saat itu sulit baginya. Beberapa pastor berpendapat ia sedikit gila ketika tak mengambil posisi-posisi yang ditawarkan. Ingat, ia bisa saja memilih posisi sesukanya. Sebaliknya, ia malah membuka semacam klub untuk anak-anak. Festive Oratory, begitu disebutnya. Ia menginginkan pemikiran tentang agama digabungkan dengan permainan-permainan. Orang-orang selalu membuat ia dan anak-anaknya berpindah-pindah tempat, mereka tak pernah memberinya ketenangan. Sekali waktu ia memberitahu kalau ia berkali-kali tergoda untuk menyerah, apalagi ketika anak pertama yang diambilnya dari jalanan kabur dengan semua barangnya. Cobaan terakhir dilakukan oleh teman-temannya sesama pastor yang mengira ia sudah gila dan memutuskan untuk mengirimnya ke rumah sakit."

"Mereka berhasil?" tanya Mickey.

"Tidak bisa, nak!" decak sang pastor tua. Ia berhenti bicara dan dengan santai menghirup sedikit tembakau.

"Teruskan, pastor. Apa yang terjadi?" Mickey melupakan sopan santun karena semangat yang berkobar-kobar.

"Ya, para pastor ini datang dengan kereta kuda sambil berpura-pura mengajaknya jalan-jalan. Tapi Don Bosco lebih pintar. Dengan sopan dan ramah ia mempersilahkan mereka masuk lebih dulu! Setelah mereka masuk, ia menutup pintu dan memberi tahu kusir untuk tidak berhenti sampai tempat tujuan. Maka merekalah yang pergi ke rumah sakit jiwa, bukan Don Bosco! Setelah itu tak ada lagi pembicaraan yang tidak baik mengenai Don Bosco! Sekarang ia menjadi orang terkenal di provinsi ini. Tapi ia masih seperti dulu, pastor yang bekerja keras mengabdikan hidupnya bagi anak-anaknya."

Sang pastor memnyerahkan surat yang ditulisnya kepada Mickey. “Inilah. Kirimkan surat ini dan kita akan segera mengetahui keinginan Don Bosco. Begitu mendapat jawabannya aku akan segera memberitahumu. Tunggu sebentar. Terimalah ini dan belilah sesuatu untukmu. Barang yang berguna, ya?"

Mickey keluar pastoran menuju suatu dunia yang terlihat lebih cerah dan menyenangkan daripada sebelumnya. Dia ingin berlarian sambil bersorak-sorak kegirangan, tapi takut kepada Krusty Kate yang mungkin mengawasinya. Tangannya dimasukkan ke dalam kantong dan berjalan perlahan sampai melewati bukit. Pastor Arricio akrab dengan anak-anak Carmagnola. Mereka menyukai kebaikan dan ketulusannya. Pastilah Don Bosco orang yang menyenangkan jika sang pastor bilang begitu. Mickey tidak dapat menunggu untuk bertemu dengannya lagi. Ia juga bahagia karena alasan lain. Mungkin karena ia duduk dan berbincang-bincang bersama seorang pastor. Ia tak pernah duduk seperti itu di rumah seorang pastor. Membuatnya merasa lebih dewasa. Bagaimanapun juga semuanya merupakan kebahagiaan tersendiri baginya.

24