Magone Bab XII

BAB XII

RAMALAN


Musim gugur datang dengan cepat, mengubah kehijauan perbukitan di sekitar Turin menjadi lautan warna ungu dan keemasan. Daun-daun berguguran, berserakkan di kota dan pedesaan. Meranggas karena cahaya matahari yang terik dan gersang atau membusuk dijalanan dan gang-gang yang basah. Angin yang berhembus membuatnya beterbangan di koridor Oratory. Tidak lama lagi daun-daun akan menjadi layu dan rontok sehingga rumah-rumah dapat dilihat melalui pepohonan yang "telanjang" dan warna-warni alam memudar menjadi abu-abu. Sore hari menjadi begitu cepat serta terasa lebih sunyi, seolah-olah musim panas mengucapkan selamat datang kepada kesuraman musim gugur.

Pada suatu hari semacam itu, Mickey sedang sibuk dengan kegiatan favoritnya - pertandingan sepakbola yang seru. Dia telah memperkirakan kemampuan terbaiknya pada pertandingan itu. Ia berpura-pura bergerak ke sebelah kiri seolah-olah gerakannya sungguh-sungguh mengikuti strategi yang telah dibuat. Lalu dengan cepat ia berbelok dan dengan sebuah gerakan yang mendadak, bola dan pemain lawan ada dibawah kekuasaaannya. Dengan mulai ia kembali ke posisinya semula ketika telah berhasil membuka peluang.

Tiba-tiba dia berhenti sejenak, menunggu suatu kejadian yang tak diketahuinya apa itu. Ketika tak sesuatu pun terjadi, ia tersadar akan keanehan ini. Ia tidak tahu mengapa berhenti, juga apa yang diharapkannya akan terjadi; tetapi jauh dilubuk hatinya, ia merasakan keheningan yang tak wajar. Perasaan itu sangat kuat dan ia tak mampu menerangakannya. Ketika ia menceritakannya kepada Tom, anak itu berkata kalau orang tua-tua di desanya mengartikannya dengan: "seseorang sedang melangkahi kuburanmu."

"Tetapi kamu tahu bagaimana nenek-nenek itu," Kata Tom. "Benar-benar omongan engak masuk akal."

"Tepat," sahut Mickey. "Sangat bodoh."

Ia segera melupakan kejadian itu karena kesibukan menjelang Natal. Lama sebelum salju menutupi perbukitan, anak-anak sibuk mempersiapkan liburan - drama yang diadakan setiap tahun, latihan koor, dan palungan megah yang selalu dipertunjukkan untuk umum. Mickey terlibat penuh dalam acara persiapan itu seperti anak-anak lain dan tidak memperhatikan kegiatan-kegiatan lainnya. Ia sangat terkejut karena segera setelah Natal ia mendengar suatu suara yang membangkitkan kembali perasaan yang dialaminya pada suatu sore musim gugur waktu di permainan sepakbola.

Pada malam Tahun Baru, Don Bosco memberi sedikit pesan penting tentang pentingnya membuat resolusi yang bagus untuk menyambut Tahun Baru. Anak-anak Oratory menganggap Don Bosco sebagai seorang santo. Cerita tentang kejadian-kejadian menakjubkan yang dilakukannya diceritakan kembali oleh siswa-siswa senior di sekolah dan mereka yang dianggap mengenalnya dengan baik. Satu hal yang sering diceritakan adalah kemampuannya meramal anak-anak yang akan meninggal.

Arnaldo, anak yang telah tinggal disana paling lama; suatu hari membuat mereka terpikat dengan cerita Don Bosco yang meramalkan kematian dua orang temannya. Dia menulis nama-nama mereka diselembar kertas, memasukkannya ke dalam amplop, dan memberikan amplop itu kepada seseorang untuk menyimpannya. Ketika anak-anak itu meninggal, anak yang menyimpan amplop itu membuka serta membaca nama kedua anak itu dan waktu ketika meninggalnya; tepat seperti yang telah ditulis Don Bosco.

Di pertengahan amanat malam tahun barunya, Don Bosco berhenti sejenak dan menatap sekeliling, lalu dengan tenang membuat pengumuman yang mengejutkan.

"Ada seseorang di antara kalian," katanya, "yang akan pergi bertemu Tuhan sebelum bulan pertama tahun ini berakhir."

Anak-anak terdiam begitu makna mendalam kata-kata itu meresap ke dalam hati mereka. Tetapi hanya sesaat karena Don Bosco melanjutkan kotbahnya seolah-olah ia tak menyelanya. Setiap anak mulai bertanya-tanya siapa diantara teman-temannya yang akan meninggal. Mereka menghibur diri dengan pikiran bahwa terdapat empat ratus anak lebih di gereja pada waktu itu. Tiap-tiap anak berkata kepada dirinya sendiri,"Hal itu enggak mungkin terjadi padaku!"

Mickey merasakan kembali perasaan aneh yang membingungkannya pada waktu di lapangan. Apakah ini suatu peringatan?

Mickey tampak penuh kekhawatiran saat meninggalkan gereja setelah misa malam tahun baru. Anak-anak berkumpul berkelompok di luar gereja membicarakan ucapan Don Bosco tadi. Mickey melihat Tom dan memanggilnya. "Aku mau bicara sama kamu," katanya sambil berjalan menjauhi kerumunan.

Tom menatap tubuh Mickey yang kekar serta kedua pipinya yang kemerah-merahan; ketika ia menceritakan penyebabnya merasa cemas,. "Kamu akan mati?" ejeknya. "Tentu! Kalau ada orang menembakmu!"

Kata-kata Don Bosco memiliki makna yang sangat dalam bagi Mickey sehingga selama beberapa hari sesudahnya ia merasa tertekan. Ia berusaha melupakannya dengan memikirkan hal-hal lain dan usahanya hampir berhasil ketika suatu kejadian lain membuatnya kembali gelisah.

Salah satu tradisi sekolah Mickey ialah selalu mengambil secarik kertas dari sebuah keranjang pada saat mengakhiri pertemuan. Pada setiap lembar tertulis motto yang dimaksudkan sebagai inspirasi bagi bulan yang akan datang. Pada kertas yang diambil Mickey tertulis: "Didepan kursi pengadilan Tuhan, aku akan berdiri sendiri." Kata-kata itu bagaikan sebuah pukulan tepat di tengah kedua bola matanya, bagaikan putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman mati.

"Sekarang aku tidak ragu-ragu lagi," katanya kepada diri sendiri. "Aku akan segera 'pergi'."

Ketika membicarakan kegelisahannya dengan Don Bosco ia memberanikan diri menatap sang pastor untuk mencari dorongan semangat. Dia berharap Don Bosco akan menyangkal kalau kejadian semacam itu akan terjadi padanya. Tetapi, berbeda dari kebiasaannya, Don Bosco berbicara kepadanya tanpa senyuman .

"Kamu tahu Mickey, kata-kata itu berlaku bagimu, bagiku, juga bagi orang-orang lain," katanya.

Mickey merasa tidak puas akan jawaban itu. Dia ingin jawaban yang lebih mendetail.

"Menurut anda, Don Bosco," ujarnya mengotot, "jika semua kejadian ini kita telaah lebih lanjut dan kita satukan…….."

"Maka dengan mudah bisa kita anggap sebagai sebuah kebetulan saja," jawab Don Bosco.

Mickey merasa putus asa. Dia harus mengetahui kebenarannya sekarang juga! "Katakan, Bapa," serunya. "Berapa lama lagi saya hidup?"

"Selama diinginkan Tuhan," jawab sang pastor dengan wajah sedih.

"Tapi…tapi…apakah saya bisa hidup sampai akhir tahun ini?" tanya Mickey dengan nada putus asa.

Don Bosco tidak segera menjawab. Ia malahan berdiri, menyentuh pundak Mickey, serta mendorongnya perlahan hingga duduk di kursi. Mickey merasakan "gesture" ini sebagai persiapan baginya untuk mendengar berita yang kurang enak. Mickey merasa tak berdaya menghadapi situasi ini, yang datang sangat tiba-tiba dan dengan kejam merubah semua pandangannya mengenai kehidupan. Dia mulai terisak-isak dengan suara perlahan, suatu cara yang sepertinya tidak wajar bagi seseorang yang masih begitu muda

Don Bosco hanya diam saja. Ia terharu memandang salah seorang anaknya yang begitu tertekan sehingga tidak mampu berkata-kata lagi. Dia memanggil Mickey yang sedang bersedih serta banyak membuang tenaga.

"Anakku," akhirnya ia berkata dengan suara penuhi kasih sayang, "kehidupanmu yang masih muda dan aku yang sudah tua ini keduanya berada di tangan Sang Pencipta. Tuhan mengirim kita ke dunia ini menurut kehendak-Nya, bukan kita; menurut keinginan-Nya pula, Ia akan memanggil kita. Itulah sebabnya Ia mengingatkan kita untuk selalu mempersiapkan diri. Tuhan mencintai kita, dan tidak ingin melihat kita mati dalam keadaan berdosa. 'Kita tidak tahu kapan waktunya' kita dipanggil, juga tidak tahu apakah nanti masuk surga. Sesungguhnya, suatu karunia yang berharga jika kita diijinkan untuk mengetahui kapan waktu kita akan tiba."

Perlahan-lahan kata-kata sang Pastor meresap ke hati Mickey. Sekarang Mickey mengerti dengan jelas apa yang dikatakan Don Bosco, tetapi tetap tak mampu menghibur dirinya. Sang Pastor tidak menyangkal kalau ia akan meninggal sebelum akhir bulan ini. Karena itu, Michael pastilah anak yang dimaksud Don Bosco pada kotbahnya.

Untuk terakhir kalinya, ia mencoba untuk jawaban yang pasti. "Saya yakin kalau saya akan segera meninggal," katanya, "karena anda menolak untuk berkata kalau saya salah."

"Bisa saja, Mickey," ujar Don Bosco lemah lembut. "Tetapi, apakah kamu takut untuk pergi ke surga?"

Mickey membenamkan kepalanya di tangannya dan air mata mengalir dengan deras. Ia mengeleng-gelengkan kepala samcbil sesekali berteriak, "Mamma! Oh, Mamma! Mamma!"

Don Bosco merasa dadanya sangat sesak dan tenggorokannya tercekat selama menyaksikan kesedihan hati Mickey yang dahsyat. Air mata keharuan mengalir dipipinya. Bagaimana Ia harus berdoa sehingga Tuhan Yang Maha Kuasa memberinya kekuatan untuk menanggung pengadilan yang menanti?

Akhirnya Mickey berhenti menangis. Ia mengambil saputangan dan mengusap kedua matanya. Dengan perlahan ia mengangkat kepalanya.

"Baiklah, Bapa," katanya. Walaupun kedua matanya memerah, bibirnya melebar oleh senyum keberanian. "Saya rasa waktunya akan tiba, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti yang anda katakan - Saya tidak seharusnya takut untuk pergi ke surga."

Selama beberapa hari mendatang, Mickey mengingat-ingat nasehat Don Bosco, dan berusaha bersikap wajar. Perhatiannya terganggu oleh permainan-permainan yang memberinya perasaan gembira karena masih hidup dan segar bugar. Tetapi ia menghargai waktu-waktu luang yang dihabiskannya di dalam gereja, berlutut di hadapan Tabernakel. Akibat pantulan cahaya dari pintu keemasan Tabernakel, mata Mickey berusaha menembus kilauan logam itu seolah-olah berusaha melihat Tuhannya yang tersembunyi. Tidak lama tak ada lagi Tabernakel dan hosti. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat bercampur perasaan takut, tidak lama lagi ia akan bertemu langsung dengan Yesus. Yesus juga akan menemuinya. Apa yang akan dikatakan-Nya?

"Yesus, Yesus," bisik Mickey, "tolonglah aku sekarang. Tolonglah aku, sehingga Engkau tidak marah kepadaku waktu aku datang nanti." Perlahan-lahan rasa takutnya hilang, berganti dengan kedamaian dan ketenangan yang menghiburnya.

Hari-hari berlalu seperti biasa dan tidak terjadi sesuatu yang istimewa, Mickey mulai bertanya-tanya kalau-kalau Don Bosco mungkin salah. Atau mungkin ramalannya tidak ditujukkan kepadanya? Bagaimanapun juga sang pastor tidak menyangkal kalau ia lah anak yang dimaksudnya, tetapi beliau juga tidak memastikan kalau ia bukanlah anak itu. Apalagi Don Bosco selalu tetap gembira ketika ia menonton anak-anak bermain. Jika kelompok Mickey memenangkan suatu pertandingan, ia akan berteriak, "Hebat, Mickey! Kau menguasai pertandingan!" atau jika kalah: "Ayo, Magone! Semangatlah!" Mickey akan menatapnya, tersenyum dan melambai tangan, lalu kembali bermain dengan kerutan dahinya yang khas saat berkonsentrasi.

Suatu sore sang pastor berjalan dengan cepat menuju lapangan permainan, ketika ia melihat Mickey yang berdiri di sisi jauh lapangan. Dia tidak bermain, dan juga tidak menonton pertandingan. Merasakan suatu keganjilan, Don Bosco segera menemuinya.

"Ada apa, Mickey? Kamu sakit?" tanyanya.

"Ya, Bapa," jawabnya dengan cukup gembira. "Sakit perut. Tak perlu khawatir. Saya sudah pernah mengalaminya. Paling-paling sembuh sendiri satu atau dua hari nanti."

"Aku tahu," kata sang pastor, "Bagaimana kalau kamu berbaring sebentar? Istirahat tidak akan membuatmu rugi."

"Terserah anda."

Ia sedikit terkejut ketika dokter datang untuk memeriksanya. Sang dokter berkata kalau ia sedang mengunjungi beberapa anak yang sedang dirawat di ruang perawatan, dan mendengar ada anak lain yang merasa kurang baik. Ia memutuskan untuk memeriksanaya.

Sang dokter menyetujui pendapat Mickey. Hanya sakit perut dan obat yang tepat membuatnya pulih dengan cepat.

"Lebih baik ia dirawat di ruang perawatan, berilah ia obat di resep ini," saran sang dokter. "Ia akan sembuh dalam beberapa hari."

Tom tiba-tiba menjadi khawatir saat mendengar temannya jatuh sakit. Pikirannya kacau hingga ia menemui Mickey yang sedang beristirahat di ruang perawatan dan mendengarnya berkata kalau ia akan siap melempar Tom sepanjang lapangan setelah beristirahat cukup.

Mickey mendapat kunjungan lagi sore itu. Kabar kalau ia sakit menyebar dengan cepat di Orator, dan ia telah diperiksa oleh dokter. Seseorang dengan imajinasi yang tinggi menambahkan kalau Don Bosco telah dipanggil untuk segera datang. Gosip kalau Mickey meninggal dunia telah tersebar jika beberapa anak tidak pergi ke ruang perawatan dan menyaksikan Mickey sedang menyantap sepiring buah dengan lahap.

Mickey membersihkan bibirnya dan berkata,"Siapa lagi yang mau tinggal di ruang perawatan?"

"Yahhh, siapa tahu?…..Dan ia mendapat jatah istimewa! Itu yang kamu bilang sakit!"

Mickey tertawa. "Kalau aku mulai dengan kamu," katanya, "kamu tidak perlu dirawat disini. Kamu akan langsung pergi ke kamar mayat!" Dilemparnya bantal ke salah seorang pengunjung. "Sekarang pergilah dan biarkan menikmati aku istirahat yang enak."

Ketika anak-anak berbaris keluar dari ruang perawatan, Lareno kecil yang tampan datang mmberitahu Mickey kalau ibunya besok pagi akan datang mengunjunginya.

Mickey sangat bahagia ketika bersiap-siap hendak tidur malam itu. Berkat kunjungan dokter, ia dapat beristirahat dengan tenang karena yakin dirinya baik-baik saja. Bukan karena berpura-pura kalau ia tidak sakit. Bukankah sang dokter sendiri yang sudah mengatakannya? Dia juga senang karena banyak anak yang mengunjunginya. Lucu sekali, pikirnya, kadang-kadang kita jengkel kepada seseorang; dan seperti yang biasa dikatakan ibunya, kita lebih baik tidak bertemu dengan mereka. Tetapi ketika kita sakit atau mendapat suatu masalah, orang-orang ini menjadi bersahabat dan akrab serta bersedia menolong. Renungannya terganggu dengan kebahagiaan menyambut kedatangan ibunya besok dan ia tersenyum disertai rasa kantuk yang membuatnya tertidur.




80